Rabu, 23 Desember 2009

bunuh diri

Fenomena Bunuh Diri

Faktor Kepribadian

Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh, dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan melaksanakannya untuknya (Doman Lum).


Berdasarkan pernyataan di atas, timbul pertanyaan, mengapa seseorang memiliki kepribadian yang demikian? Robert Firestone dalam buku Suicide and the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman, lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.


Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta, penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.


Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa tertentu.

Psikolog Klinis dari Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia, Dra Yati Utoyo Lubis MA. PhD menganalisis, fenomena bunuh diri yang terjadi bisa saja dilatarbelakangi persoalan hidup yang rumit atau pun terkait dengan adanya gangguan jiwa. Menurut Yatie, bila melihat pada situasi masyarakat saat ini, bunuh diri sangat mungkin terjadi karena korban tidak menemukan jalan keluar dalam mengatasi rumitnya problem yang dihadapi.

"Hanya orang-orang tertentu saja yang berani memilih jalan untuk bunuh diri. Mereka seperti menemukan jalan buntu dalam mengatasi persoalan hidup," ujar Yati saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/12) Faktor penyebab lain yang mungkin terjadi, kata Yati, adalah masalah gangguan jiwa pada orang yang bunuh diri. Ada beberapa jenis gangguan atau penyakit jiwa yang berkaitan dengan bunuh diri yaitu depresi berat dan schizophrenia atau gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak yang lebih akrab disebut penyakit gila. "Mereka yang depresi berat biasanya dari kepribadian orang-orang yang tidak kuat dan tidak matang. Kalau matang, dia tentu coba akan mencoba mengatasinya alternatif lain, termasuk membicarakan masalahnya dengan orang ahli, sehingga ke depan ia tidak melihat suatu masalah sebagai sebuah dinding yang tidak bisa ditembus," ungkap mantan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini. Rata-rata mereka yang bunuh diri, lanjut Yati, seperti tidak melihat adanya jalan lain dalam menyelesaikan persoalan. Contoh sederhana misalnya mereka yang mengidap penyakit yang tidak sembuh-sembuh dan sangat menderita akibat penyakitnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar