Rasa bersalah timbul lantaran kesadaran kita terhadap apa yang tengah kita lakukan, terdapat unsur kesalahan yang tidak seharusnya begitu kejadiannya. Dimana ada pembanding yang lebih baik, dan kita berada di sisi yang satunya.
Rasa bersalah muncul, lantaran kuasa kita terhadap diri kita tidaklah seberapa. Ada kekuatan lain yang tidak terlihat, mengendalikan pergerakan kita. Atas kuasa diluar kita, itu terjadi. Dan ada babak dimana kita konsisten terhadap apa yang kita ucapkan, serta banyak babak dimana tidak ada konsistensi apa yang kita ucapkan dengan kelakuan kita sehari-hari.
Rasa bersalah muncul, karena pada saat yang sama kita ingin memohon ampun, menyelesaikan sisa kesalahan dengan akhir yang menang, yakni dimaafkan. Jika Anda sepakat kata maaf itu harus diperoleh, tentu tidak perlu menunggu hari raya saling memaafkan.
Itulah nurani yang becahaya dalam hati manusia. Ya nurani yang berasal dari kata ‘nurraniyyun’ yang artinya cahaya. ALLAH tancapkan nurani itu kepada setiap hati manusia. Maka dari itu ia selalu konsisten menyuarakan keharusan, kepada pikiran dan hati kita, walau suara-suara yang ia lontarkan terdengar berupa bisikan yang sering kita abaikan.
Perasaan bersalah, dapat menjadi sebuah anugerah jika berada di hati yang tepat. Namun dapat berbalik menjadi dosa jika masuk ke dalam mulut yang tidak tepat. Karena ada orang-orang yang memilih untuk tak mendengarkan suara hati nurani mereka, melainkan balik menyalahkan orang lain atas setiap rasa bersalah yang menyergah mereka.
Sungguh sayang jika kita mengabaikan rasa bersalah ini. Toh perasaan ini ditaruh Tuhan sebagai alarm penjaga agar kita tidak melewati batas-batas yang Tuhan tetapkan. Karena seperti kita semua tahu, lewat dari batas, kita akan mendapati bahaya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar