Rabu, 30 November 2011

DESAIN OFFICIAL WEBSITE UNTUK PEMERINTAHAN

MEMBANDINGKAN ASPEK DESAIN OFFICIAL WEBSITE UNTUK PEMERINTAHAN, CORPORATE DAN PRIBADI.

• Pemerintahan

Website Sekertaris Negara Republik Indonesia, jika dilihat secara psikologi dari segi warna, tampilan, dan fasilitas. (http://www.setneg.go.id/)

1. Warna
Didominasi oleh warna putih keabu-abuan. Hal ini mencerminkan kesan formal pada web yang ingin di tampilkan sehingga pengunjung web akan merasa lebih nyaman melihat isi pada web tersebut. Kesan warna abu-abu menunjukkan arti yang jelas dan kecenderungan lebih netral. Respon Psikologi: Intelek, Masa Depan (kayak warna Milenium), Kesederhanaan, dan warna abu-abu adalah warna yang paling gampang/mudah dilihat oleh mata. Sedangkan warna-warna merah terang yang mempunyai porsi sedikit mengindikasikan mempunyai pengaruh produktiviti, perjuangan, persaingan, mewakili kekuatan, kemauan atau cita-cita. Warna ini turut melambangkan agresif, aktif, kemauan keras, penuh gairah dan dominasi.

2. Tampilan
Dalam website ini terdapat foto Gedung Putih Istana Negara dengan bendera merah putih di tengah Istana yang ditampilkan dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pengunjung situs, mengenai identitas bangsa Indonesia melalui websitenya.

3. Fasilitas
Fasilitas web ini antara lain : Home, Tentang Kami, Profil, Produk Hukum, Tanda Kehormatan, Istana, Galeri dan Lelang. Dalam web ini menunjukkan hal-hal yang dilakukan menginformasikan apa saja kegiatan yang dilakukan oleh Sekertaris Negara Republik Indonesia.

Website Parlimen Malaysia, jika dilihat secara psikologi dari segi warna,tampilan, dan fasilitas. (http://www.parlimen.gov.my/index.php)

1. Warna
Didominasi oleh warna keabu-abuan. Hal ini mencerminkan kesan formal pada web yang ingin di tampilkan sehingga pengunjung web akan merasa lebih nyaman melihat isi pada web tersebut. Kesan warna abu-abu menunjukkan arti yang jelas dan kecenderungan lebih netral. Respon Psikologi: Intelek, Masa Depan (kayak warna Milenium), Kesederhanaan, dan warna abu-abu adalah warna yang paling gampang/mudah dilihat oleh mata. Warna biru mempunyai arti yang memberikan ketenangan yang sempurna, Melambangkan sifat yang teguh dan kokoh. Tetapi biasanya sedikit keras kepala, serta sering berbangga diri dan memiliki pendirian yang tetap.
Sedangkan warna-warna yang memiliki porsi sedikit yaitu merah dan kuning. Warna merah Mewakili kekuatan, kemahuan atau cita-cita. Warna ini turut melambangkan agresif, aktif, kemahuan keras, penuh ghairah dan dominasi. sedangkan warna kuning melambangkan sifat spontan dan toleransi yang tinggi. Begitu menonjol tetapi berubah-ubah sikap, suka berharap dan dermawan.

2. Tampilan
Dalam website ini terdapat foto Gedung Pemerintahan malaysia dengan bendera Biru merah putih yang ditampilkan dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pengunjung situs, mengenai identitas bangsa Malaysia melalui websitenya.

3. Fasilitas
Fasilitas web ini antara lain : Yang di Pertuan Agung, Dewan Rakyat, Dewan Negara, dan Organisasi, layanan ini mengandung maklumat khusus berhubung instansi parlement dan dokumen-dokumen berkaitan perjalannya pemerintahan malaysia,

Perbandingan antar keduanya…

Warna membantu kita dalam mengenali suatu objek dan dapat merebut perhatian, menarik, menolak, menggemaskan, bahkan mempengaruhi emosi. Warna juga dapat menimbulkan kesan pertama kepada pengunjung ketika menjelajah sebuah situs web karena warna adalah hal pertama yang dilihat (terutama untuk background).

Web Indonesia didominasi warna putih abu-abu dengan warna merah yang mempunyai porsi sedikit. Sedangkan Malaysia memiliki warna abu-abu yang didominasi warna biru yang cukup banyak. Untuk tampilan keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengenali identitas yang dimiliki oleh Negara Indonesia dan Negara Malaysia. Fasilitas keduanya menginformasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintahan.

FASILITAS EMAIL, SOSIAL NETWORK, DAN INSTANT MESSAGING

PERBANDINGAN PROGRAM FASILITAS EMAIL, SOSIAL NETWORK, DAN INSTANT MESSAGING DARI SISI PSIKOLOGI SERTA ALASAN YANG MEMBUAT PROGRAM-PROGRAM TERSEBUT POPULER

1. Gmail vs Yahoo

Banyak orang yang lebih memilih Gmail karena kemudahan dalam mengaksesnya secara tampilan layout Gmail lebih mudah untuk dipelajari ketimbang Yahoo yang agak sulit akan tetapi yahoo juga memiliki kelebihan yaitu Yahoo memberikan kemudahan untuk menghilangkan rasa penasaran orang banyak yang ingin mengetahui berita yang sedang update tanpa harus mengakses situs lainnya. Selain itu Yahoo juga dapat menghubungkan fasilitas Yahoo Mesenger, sehingga dapat melakukan chat dengan orang lain.

Sedangkan tampilan tema-tema Gmail sangat indah untuk menghiasi halaman email tema-tema tersebut dapat dipilih di pengaturan. Tampaknya yang sederhana, pada dasarnya orang akan lebih menyukai yang praktis, ketimbang harus me-check semua email dan kemudian memilih folder lainnya ketika memindahkan sebuah email.

2. Facebook vs Twitter

Facebook merupakan sarana lain untuk berkomunikasi atau sarana jejaring sosial yang berlangsung melalui internet, Media yang mempermudah seseorang berkomunikasi dengan orang lain. Dengan Facebook seseorang dapat menemukan dan berbincang teman lama, chating dengan teman yang sedang login. Dapat mengupload video dan foto kemudian membuat album foto. Media pelepasan atau curahan hati saat senang maupun sedih, berbagi aktivitas apa yang sedang kita lakukan dengan menulis status dan saling berkomentar satu sama lain dengan teman. Tampilan menu Facebook yang mudah untuk dimengerti sehingga memberi kemudahan bagi pemula, Tersedia fitur-fitur aplikasi yang menyenangkan seperti games, Facebook juga dapat digunakan untuk tempat bisnis, terlebih untuk pengusaha yang akan mempromosikan produknya.

Twitter adalah sebuah layanan gratis dan sederhana untuk menyiarkan status singkat melalui Internet. Status Twitter dapat langsung diumumkan ke seluruh pemakai Twitter. Tampilan twitter jauh lebih simple dan sederhana di bandingkan facebook. Tampilan gambar background atau layout dapat dirubah gambarnya, bahkan dapat menggunakan foto pribadi untuk dijadikan tampilan layout, sehingga terlihat lebih menarik.


3. Yahoo Messenger vs GTalk

Secara tampilan warna Yahoo Messenger dan GTalk memadai dan menarik, untuk chat di Yahoo Messenger lebih mudah untuk mengaksesnya tanpa mendownload aplikasi tersebut, menu dan fiturnya cukup lengkap dan jelas dan tampilan lebih minimalis.

GTalk lebih mudah dibandingkan Yahoo Massenger, karena hanya dengan mengirim email pada teman maka sudah dapat terhubung pada GTalk, tidak perlu mengundang atau menunggu diterima. GTalk merupakan satu kesatuan dengan Gmail dan GTalk sehingga lebih mudah untuk dipergunakan bersama-sama.

PSIKOLOGI TEKHNOLOGI INTERNET DILIHAT DARI SISI PRO & KONTRA

PSIKOLOGI TEKHNOLOGI INTERNET DILIHAT DARI SISI PRO & KONTRA


Kemajuan teknologi saat ini sangat berkembang pesat dan membantu manusia untuk berinteraksi satu sama lain tanpa dibatasi oleh jarak dan waktu. Kemajuan teknologi dan informasi, ibarat dua sisi mata "pisau. Kecanggihannya untuk memudahkan mengakses informasi tanpa terbatas ruang dan waktu sangat positif. Namun, kemajuan ini juga kerap bersisi negative.


Pro
  • Berbagi pengalaman dan informasi dibanyak forum.
  • Sebagai wadah berkreasi dan penuangan ide-ide tanpa waktu dan tempat yang terbatas.
  • Kemudahan mencari informasi akan tugas yang diberikan, berita, kamus, ensiklopedi, artikel, jurnal ilmiah dan penelitian dalam negeri maupun asing.
  • Percakapan interaktif melalui chatting.
  • Situs game online atau hiburan dapat mengasah kemampuan motorik anak.

Kontra
  • Internet banyak mengurangi aktivitas gerak.
  • Menggunakan internet secara berlebihan akan memiliki kecenderungan untuk mengalami hambatan dalam rentang perhatian, kebutuhan melakukan stimulasi secara segera (tidak sabar) , dan "rasa kebingungan dalam identitas.
  • Tentang kekerasan dan kejahatan seksual pada remaja yang baik pelaku maupun korbannya adalah remaja akibat eksposure terhadap situs-situs internet atau dampak negatif dalam perkembangan moral
  • Lupa akan waktu karena keasikkan bermain game online menjadi makhluk anti sosial.

Pemanfaatan Tekhnologi Internet yang Baik untuk Remaja

Efek positif dan negatif sangat tergantung dari penggunaan internet, Internet perlu dikenalkan sedini mungkin, asalkan orang-tua mendampingi anaknya karena kuatnya pengaruh dan ancaman sisi negatif internet bagi anak sangat beresiko besar, diharapkan orang tua mengajarkan bagaimana seorang anak mampu untuk memproteksi dirinya sendiri agar bisa menangkal konten negatif dari yang diakibatkan internet. "Mental anak-anak harus dipersiapkan agar mereka bisa melindungi dirinya sendiri, melalui mekanisme internal dalam dirinya". Orangtua harus strategis dalam membimbing anaknya untuk menggunakan internet dalam meningkatkan pengalaman belajar dan menghasilkan efek yang positif.

Jumat, 13 Mei 2011

Hubungan Stres dengan Psikologi Lingkungan

Stres

1. Apakah stress itu, jelaskan?
Jawab:

A. Pengertian Stres dikemukakan oleh beberapa ahli:
  1. Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya.
  2. Menurut Lazarus (1976) stress adalah suatu keadaan psikologi individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
  3. Sedangkan korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang.
  4. Sarafino (1994) mengkonseptualisasikan kedalam tia pendekatan, yaitu
  • Stimulus: Mengetahui sumber atau penyebab ketegangan berupa keadaan atau situasi dan pristiwa yang dirasa mengancam atau membahayakan, menghasilkan perasaan tegang yang disebut STRESOR.
  • Respon: Reaksi seseorang terhadap stresor. Untuk itu dapat diketahui dari dua komponen yang saling berhubungan yaitu komponen psikologi dan komponen fisiologi.
  • Proses: Terdiri dari stressor dan strain ditambah dengan satu dimensi penting yaitu berhubungan antara manusia dengan lingkungan. Proses ini melibatkan interaksi dan penyesuaian diri yang kontinyu, disebut juga dengan istilah transaksi antara manusia dengan lingkungan, yang di dalamnya termasuk perasaan yang dialami dan bagaimana orang lain merasakannya.

B. Model stress

Cox (dalam Crider dkk, 1983) mengemukakan 3 model stress, yaitu: Response-based model, Stimulus-based model, dan Interactional model.
a. Respon-based model
Mengacu sebagai sekelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit dan mencoba untuk mengidentifikasikan pola-pola kejiwaan dan respon-respon kejiwaan yang diukur pada lingkungan yang sulit. Suatu pola atau sekelompok dari respon disebut sebagai sebuah sindrom. Pusat perhatian dari model ini adalah bagaimana stressor yang berasal dari pristiwa lingkungan yang berbda-beda dapat menghasilkan respon stress yang sama.

b. Stimulus-based model
Model stress ini memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimuli stress. Tiga karakteristik penting dari stimuli stress adalah sebagai berikut:
  • Overload: karakteristik ini diukur ketika sebuah stimulus dating secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi
  • Conflict: diukur ketika sebuah stimulus secara simultan membangkitkan dua atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian. Situasi-situasi konflik berdifat ambigu, dalam arti stimulus tidak memperhitungkan kecenderungan respon yang wajar.
  • Uncontroliability: adalah peristiwa-peristiwa dari kehidupan yang bebas/tidak tergantung pada prilaku dimana pada situasi ini menunjukkan tingkat stress yang tinggi. Stress diproduksi oleh stimulus aversive yang mungkin diolah melebihi kemampuan dan control waktu serta jangka waktu dari stimuli ini daripada dengan kenyataan penderitaan yang dialami. Dampak stress dari stimuli aversive dapat diperkecil jika individu percaya dapat mengontrolnya.
c. Interactional model
Merupakan perpaduan dari respon-based model dan stimulus-based model. Model ini memperkirakan bahwa stress dapat diukur ketika dua kondisi bertemu, yaitu:
  • Ketika individu menerima ancaman akan motif dan kebutuhan penting yang dimilikinya. Jika telah berpengalaman stress sebelumnya, individu harus menerima bahwa lingkunagan mempunyai ancaman pada motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan penting pribadi.
  • Ketika individu tidak mampu mengcoping stressor. Pengertian coping lebih merujuk pada kesimpulan total dari metode personal, dapat digunakan untuk menguasai situasi yang penuh stress. Coping termasuk rangkaian dari kemampuan untuk bertindak pada lingkungan dan mengelola gangguan emosional, kognitif serta reaksi psikis.

C. Jenis stress

Holan (1981) menyebutkan jenis stress yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: systemic sress dan psychological stress. Systemic stress didefinisikan oleh Selye (dalm Holahan, 1981) sebagai respo non spesifik sari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Ia menyebut kondisi-kondisi pada lingkungan yang mengahasilkan stress, misalanya racun kimia atau temperature ekstrim, aebagai stressor. Selye mengidentifikasi tiga tahap dalam respon sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stress, yang diistilahkan General Adaptation Syndrome (GAS).

  • Tahap pertama, alarm reaction dari system saraf otonom termasuk didalamnya peningkatan sekresi adrenalin, detak jangtung, tekanan darah dan otot menegang. Tahap ini bias diartikan sebagai pertahanan tubuh.
  • Selanjutnya, tahap ini diikuti oleh tahap resistance atau ada[tasi, yang di dalamnya termasuk berbagai macam respon coping secara fisik.
  • Tahap ketiga, exhaustion atau kelelahan akan terjadi kemudian apabila stressor dating secara intens dan dalam jangka waktu yang cukup lama, jika usaha-usaha perlawanan gagal untuk menyelesaikan secara adekuat.
Psycohological stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya (Lazarus dalam Kolahan, 1981). Sebuah situasi dapat terlihat sebagai suatu ancaman dan berbahaya secara potensial apabila melibatkan hal yang memalukan, kehilangan harga diri, kehilangan pendapatan dan seterusnya (dalam Heimstra & McFarling, 1978).

D. Sumber stress (stressor)

Lazarus dan Cohen (dalam Evans, 1982) mengemukakan bahwa terdapat tiga kelompok sumber stress, yaitu:
  1. Fenomena catalismic, yaitu hal-hal atau kejadian-kejadian yang tiba-tiba, khas, dan kejadian yang menyangkut banyak orang seperti bencana alam, perang, banjir, dan sebagainya.
  2. Kejadian-kejadian yang memerlukan penyesuaian atau coping seperti pada fenomena catalismic meskipun berhubungan dengan orang yang lebih sedikit seperti respon seseorang terhadap penyakit atau kematian.
  3. Daily has-sles, yaitu masalah yang serin dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut ketidakpuasan kerja atau masalah-masalah lingkungan.

2. Apakah kaitan stress dengan psikologi lingkungan, jelaskan?
Jawab:

Elemen-elemen lingkungan dapat mempengaruhi proses terjadinya ketidakseimbangan maupun keseimbangan dalam kaitan manusia dengan lingkungannya. Ketika tidak mengalami stres, individu umumnya menggunakan banyak waktunya untuk mencapai keseimbangan dengan lingkungannya. dalam keadaan seperti ini, ada waktu-waktu tertentu dimana kita sebenarnya justru mengalami stres, dimana lingkungan menyajikan tantangan yang terlalu besar atau individu dapat menghilangkannya dengan kemampuan coping behavior dengan kata lain kaitan stress dengan lingkungan yaitu stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang mengancam yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya.

3. Apakah stress bisa mempengaruhi perilaku individu dalam lingkungan dan berikan contoh perilaku dalam kehidupan sehari-hari?
Jawab:

Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat.
Stres yang dialami individu dapat memberikan dampak yang berbeda tergantung pada kemampuan individu dalam menghadapi stres. Individu yang mengalami stres umumnya tidak dapat melakukan interaksi sosial dengan baik, sehingga dapat menurunkan perilaku didalam suatu lingkungan.

Contoh perilaku…

Ketika seseorang dihadapkan dengan lingkungan bertetangga, maka akan terjadi suatu kedekatan dengan menjalin interaksi satu sama lain. Suatu ketika saya sedang jenuh dengan situasi dikampus yang membuat saya merasa tidak enak hati, bawaanya ingin marah-marah terus. Tugas yang tidak terseleaikan dengan tepat waktu, ditambah dengan tugas yang diberikan lagi oleh dosen lain, lalu tugas yang tidak diterima dan ada lagi katanya tugas saya belum masuk di alamat email dosen yang satunya lagi…..!!! suasana dirumah duch, tetangga disebelah menyetel music dengan suara yang tak terkira, haloooooo……….. yang punya telinga kan bukan kamu doank???? Plis dweh, dengan sangat kesal saya mengetuk pintu rumahnya,, dengan raut wajah yang tak terbayangkan oleh ku “asalamualaikum, kamu gila ya??, dikira kuping punya kamu doank. Tolong dikecilin tuh volume (Terimakasih).. assalamualaikum”.

Kita dapat merasakan suara di bawah kondisi tertentu dapat dipersepsi sebagai kebisingan dan bagaimana persepsi ini mempengaruhi respon psikologis dan fisiologis terhadap sumber kebisingan. Dalam hal ini, faktor individu seperti gaya coping sangat penting, dan respon yang berbeda-beda terhadap kondisi kebisingan


SUMBER:
www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/…/bab7-stres_lingkungan.pdf.
Wikipedia.com

Senin, 25 April 2011

Keterkaitan Privasi, Ruang personal dan Teritorialitas dengan Lingkungan

Hubungan Privasi, Ruang personal, dan Teritorial dengan Lingkungan

PRIVASI

Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. Tingkatan privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan yaitu adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai orang lain (Dibyo Hartono, 1986).


Beberapa definisi tentang privasi:
  1. Rapoport (dalam Soesilo, 1988) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontorl interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan.
  2. Marshall (dalam Wrightman & Deaux,1981. dkk) mengatakan bahwa privasi menunjukan adanya pilihan untuk menghindari diri dari kerlibatan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya.
  3. Altman (1975), privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Privasi juga memiliki beberapa fungsi yaitu, pengaruh dan pengontrol interaksi interpersonal, merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, serta memperjelas kansep diri dan identitas diri.
  4. Sarwono (1992), privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendirianya.
Privasi memiliki 2 jenis penggolongan
1. Golongan yang berkeinginan untuk tidak diganggu secara fisik.
  • Keinginan untuk menyendiri (solitude). Misalnya ketika seseorang sedang dalam keadaan sedih dia tidak ingin diganggu oleh siapapun.
  • Keinginan untuk menjauhkan dari pandangan atau gangguan suara tetangga/lalu lintas (seclusion). Misalnya saat seseorang ingin menenangkan pikirannya, ia pergi ke daerah pegunungan untuk menjauhkan diri dari keramaian kota.
  • Keinginan untuk intim dengan orang-orang tertentu saja, tetapi jauh dari semua orang (intimacy). Misalnya orang yang pergi ke daerah puncak bersama orang-orang terdekat seperti keluarga.
2. Golongan yang berkeinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri yang berwujud dalam tingkah laku hanya memberi informasi yang dianggap perlu.
  • Keinginan untuk merahasiakan jati diri (anaonimity)
  • Keinginan untuk tidak mengungkapkn diri terlalu banyak kepada orang lain (reserve)
  • Keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga (not neighboring)

Ada 2 jenis orientasi mengenai privasi :
1. Tingkah laku menarik diri
  • Solitude adalah keinginan untuk menyendiri
  • Seclusion adalah keinginan untuk menjauh dari pandangan dan gangguan suara tetangga serta kebisingan lalu lintas
  • Intimacy adalah keinginan untuk dekat dengan keluarga dan orang-orang tertentu , tetapi jauh dari semua orang.
2. Mengontrol informasi
  • Anonmity adalah keinginan untuk merahasiakan jati diri
  • Reserve adalah keinginan untuk mengungkapkan diri terlalu banyak kepada orang lain
  • NotNeighboring adalah keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga

Ruang Personal

Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu. Beberapa karakterisitik ruang personal menurut Sommer (dalam altman,1975), pertama, batas diri yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain. Kedua, ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terlerak di suatu tempat tetapi batas itu melekat pada diri dan dibawa kemana-mana. Ketiga, ruang personal adalah batas kawasan yang dinamis, yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan waktu dan situasi. Keempat, pelanggaran ruang personal ini akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.

Menurut Sommer (dalam Altman, 1975) ruang personal adalah daerah di sekeliling seseorang dengan batas-batas yang tidak jelas dimana seseorang tidak boleh memasukinya. Goffman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah di sekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.
Beberapa definisi ruang personal secara implisit berdasarkan hasil-hasil penelitian, antara lain :
  1. Ruang personal adalah bartas-batas yang tidak jelas antara seseoran dengan orang lain.
  2. Ruang personal sesungguhnya berdekatan dengan diri sendiri.
  3. Pengaturan ruang personal merupakan proses dinamis yang memungkinkan diri kita keluar darinya sebagai suatu perubahan situasi.
  4. Ketika seseorang melanggar ruang personal orang lain, maka dapat berakibat kecemasan, stres, dan bahkan perkelahian.
  5. Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak-jarak antar manusia, walaupun ada tiga orientasi dari orang lain : berhadapan, saling membelakangi, dan searah.
Personal space/ruang pribadi adalah kawasan sekitarnya seseorang yang mereka anggap sebagai psikologis mereka. Invasi ruang pribadi sering menyebabkan ketidak nyamanan, kemarahan, atau kecemasan pada pihak korban. (Edward T. Hall , yang gagasannya dipengaruhi oleh Heini Hediger)

Ruang pribadi adalah sangat bervariasi. Mereka tinggal di sebuah tempat yang berpenduduk padat cenderung memiliki ruang pribadi yang lebih kecil. Ruang pribadi juga dipengaruhi oleh posisi seseorang dalam masyarakat dengan individu-individu lebih makmur menuntut ruang pribadi yang lebih besar. Orang membuat pengecualian terhadap, dan memodifikasi persyaratan ruang mereka. Misalnya dalam pertemuan romantis tegangan dari jarak dekat yang memungkinkan ruang pribadi dapat ditafsirkan kembali ke semangat emosional. Selain itu, sejumlah hubungan memungkinkan untuk ruang pribadi untuk dimodifikasi dan ini termasuk hubungan keluarga, mitra romantis, persahabatan dan kenalan dekat di mana tingkat yang lebih besar dari kepercayaan dan pengetahuan seseorang memungkinkan ruang pribadi harus dimodifikasi.


Teritorialitas

Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu teritorial primer.

Menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari teritorialitas, yaitu :

  1. Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
  2. Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
  3. Hak untuk mempertahankan diri dari gangguan luar
  4. Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasra psikologis sampai kepada kepuasan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika

Menurut Altman (1975), territorial bukan hanya alat untuk menciptakan privasi saja, melainkan berfungsi pula sebagai alat untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial. Altman juga membagi teritorialitas menjadi tiga, yaitu :

1. Teritorial Primer
Jenis tritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Pelanggaran terhadap teritori utama ini akan mengakibatkan timbulnya perlawanan dari pemiliknya karena menyangkut masalah serius terhadap aspek psikologis pemiliknya, yaitu dalam hal harga diri dan identitasnya.
2. Teritorial Sekunder
Jenis teritori ini lebih longgar pemakaiannya dan pengontrolan oleh perorangan. Teritorial ini juga dapat digunakan oleh orang lain yang masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat teritori sekunder adalah semi-publik.
3. Teritorial Umum
Teritoral umum dapat digunakan oleh setiap orang dengan mengikuti aturan-aturan yang lazim di dalam masyarakat dimana teritorial umum itu berada. Teritorial umum dapat dipergunakan secara sementara dalam jangka waktu lama maupun singkat.

Apa perbedaan ruang personal dengan teritorialitas? Seperti pendapat Sommer dan de War (1963), bahwa ruang personal dibawa kemanapun seseorang pergi, sedangkan teritori memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah-ubah.



Hubungan antara Privasi, Teritorialitas, dan Ruang Personal dengan Lingkungan

Ketika seseorang dihadapkan pada suatu lingkungan tempat tinggal maka mereka berhak menentukan privasi dalam berinteraksi dengan seseorang atau kelompok yang berada dilingkungan sosialnya, ada saat-saat dimana seseorang ingin berinteraksi dengan orang lain (privasi rendah) dan ada saat-saat dimana ia ingin menyendiri dan terpisah dari orang lain (privasi tinggi). Dalam menggambarkan privasi maka seseorang akan mengontorol dan mengatur suatu perilakunya misalnya saja ia akan membatasi diri dengan orang lain sejauh mana mereka boleh berhubungan dengannya, dan menunjukkan suatu ekspresi wajah atau gerakan tubuh sebagai tanda senang atau tidak senang sikap tersebut akan menyinggung dan membuat jarak bahwa tidak akan terjadi interaksi dengan dirinya.

Untuk mencapai tingkat privasi tersebut mereka menciptakan suatu mekanisme perilaku yang disebut ruang personal. Individu yang mempunyai sifat ekstrovert atau mempunyai sifat hangat dalam berhubungan interpersonal mempunyai ruang personal yang lebih kecil dibandingkan dengan individu yang introvert. Dalam ruang personal juga menentukan suatu batas kedekatan atau cara seseorang dalam menggunakan ruang dalam berkomunikasi.
Mereka juga menentukan batas untuk membentuk suatu kawasan teritorialitas yang digunakan sebagai alat untuk menjaga keseimbangan dengan hubungan sosial.

Maka ketiganya memiliki hubungan yang sangat berkaitan dengan lingkungan karena suatu lingkungan mengharuskan seseorang menciptakan suatu interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena itu tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial juga merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial, sedangkan syarat-syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial dan komunikasi.



Contoh Kasus

Saat seseorang harus dihadapkan dengan situasi yang tidak menyenangkan misalnya saja kondisi mood yang tidak baik, maka tingkat privasi yang dimilikinya sangat tinggi dan ia akan menjaga jarak dengan lingkungannya, menutup diri karena tidak ingin diganggu. Perubahan mood yang ia miliki juga akan berdampak dengan orang lain, sikap yang ditunjukkan tidak peduli dengan orang lain. Tingginya tingkat privasi yang dimilikinya membuat ia terkesan menutup diri dengan menciptakan ruang personal yang hanya khusus untuk dirinya dan masalahnya membuat batas teritorialitas dengan mengurung diri di dalam kamar.

Terkadang seseorang pun butuh sesuatu yang dinamakan privasi misalnya saja artis-artis yang memiliki masalah atau gossip hangat maka seharusnya untuk para pencari berita tidak terlalu menggembor-gemborkan atau mencari-cari tau masalah yang dimilikinya. Hal tersebut akan melewati batas ambang privasi yang seharusnya tak diketahui oleh public atau masyarakat luas. Maka ia akan lebih protek terhadap masalah-masalah yang seharusnya tak diketahui oleh banyak orang dengan menciptakan ruang personal yang over. Dan memberikan batas territorial yang tegas dengan para pencari berita.



sumber :
Prabowo, Hendro. 1998. Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat. Depok : Universitas Gunadarma.

Elearning.gunadarma.ac.id/...psikologi_lingkungan/bab5ruang_personal_dan_teritorialias.pdf.elearning. gunadarma. ac.id /docmodul/...lingkungan/bab6-privasi.pdf

Kamis, 17 Maret 2011

KEPADATAN & KESESAKAN

PERILAKU PADA KEPADATAN & KESESAKAN
A. Latar Belakang

Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di dunia tidak terbatas. Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara (misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif destruktif.

Pertumbuhan serta perkembangan dalam masyarakat yang sangat pesat dan cukup signifikan mengakibatkan aktifitas yang dilakukan oleh individu yang berada dalam lingkungan tersebut meningkat tajam. Dengan pertambahan jumlah penduduk pada suatu populasi mengakibatkan tingkat keramaian dan kebisingan juga akan meningkat tajam karena suara yang ditimbulkan dari individu tersebut maupun alat transportasi atau alat-alat yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari individu tersebut. Oleh karena itu ketiga hal tersebut yaitu kesesakan, kebisingan, dan kepadatan sangatlah berhubungan erat sekali jika dilihat dari perkembangan suatu wilayah. Karena ketiganya pasti saling berkaitan satu sama lain.

Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam perspektif psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan kesesakan dan kepadatan menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini dan lebih mendalam dalam usaha mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang pasti akan timbul pada masa kini dan masa yang akan datang.

B. Definisi Kepadatan dan Kesesakan


1. Definisi kepadatan menurut beberapa ahli :

  • Kepadatan menurut Sundstrom (dalam Wrightsman & Deaux, 1981), yaitu sejumlah manusia dalam setiap unit ruangan.
  • Sejumlah individu yang berada di suatu ruang atau wilayah tertentu dan lebih bersifat fisik (Holahan, 1982; Heimstra dan McFaring, 1978; Stokols dalam Schmidt dan Keating, 1978).
  • Suatu keadaan akan dikatakan semakin padat bila jumlah manusia pada suatu batas ruang tertentu semakin banyak dibandingkan dengan luas ruangannya (Sarwono, 1992).

2. Definisi Kesesakan

  • Menurut Altman (1975), kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil.
  • Menurut Altman (1975), Heimstra dan McFarling (1978) antara kepadatan dan kesesakan memiliki hubungan yang erat karena kepadatan merupakan salah satu syarat yang dapat menimbulkan kesesakan, tetapi bukan satu-satunya syarat yang dapat menimbulkan kesesakan.

C. Perilaku Individu dalam Kepadatan dan Kesesakan

1. Faktor sosial
a). Kehadiran dan perilaku orang lain
Kehadiran orang lain akan menimbulkan perasaan sesak bila individu merasa terganggu dengan ketladiran orang lain. Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) melaporkan bahwa penghuni asrama akan merasa lebih sesak bila terlalu banyak menerima kunjungan orang lain. Penghuni yang menerima kunjungan lebih banyak juga merasa lebih tidak puas dengan ruangan, teman sekamar, dan proses belajar mereka.

b). Formasi koalisi
Keadaan ini didasari pada pendapat yang mengatakan bahwa meningkatnya kepadatan sosial akan dapat meningkatkan kesesakan. Karenanya banyak penelitian yang menemukan akibat penambahan teman sekarnar (dari satu menjadi dua orang teman) dalam asrama sebagai suatu keadaan yang negatif. Keadaan negatif yang muncul berupa stres, perasaan tidak enak, dan kehilangan kontrol, yangdisebabkan karena terbentuknyakoalisi di satu pihakdan satu orang yang terisolasi di lain pihak (Gifford, 1987).


c). Kualitas hubungan
Kesesakan menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaffer dan Patterson (dalam Gifford, 1987) sangat dipengaruhi oleh seberapa baik seorang individu dapat bergaul dengan orang lain. Individu yang percaya bahwa orang lain mempunyai pandangan yang sama dengan dirinya merasa kurang mengalami kesesakan bila berhubungan dengan orang-orang tersebut.


d). Infomasi yang tersedia
Kesesakan juga dipengaruhi o!eh jumlah dan bentuk informasi yang muncul sebelum dan selama mengalami keadaan yang padat. Individu yang tidak mempunyai informasi tentang kepadatan merasa lebih sesak daripada individu yang sebelumnya sudah mempunyai informasi tentang kepadatan (Fisher dan Baum dalam Gifford, 1987).


2. Faktor Fisik.
Penelitian yang dilakukan oleh Schiffenbauer (dalam Gifford, 1987) dan DibyoHartono (1 986) dalam hubungannya dengan urutan lantai, menemukan bahwa penghuni lantai yang lebih tinggi merasa tidak terlalu sesak daripada penghuni lantai bawah. Hal itu disebabkan karena semakin sedikitnya kehadiran orang asing pada posisi lantai yang lebih tinggi, sehingga penghuni masih tetap bisa mengontrol interaksinya. Selain itu penghuni lantai atas mempunyai ruang yang lebih terang dan bias memandang lingkungan yang lebih luas melalui jendelanya daripada penghuni lantai bawah.


D. Dampak Kepadatan dan Kesesakan

  1. Stress, kepadatan tinggi menumbuhkan perasaan negative, rasa cemas, stress (Jain, 1987) dan perubahan suasana hati (Holahan, 1982).
  2. Menarik diri, kepadatan tinggi menyebabkan individu cenderung menarik diri dan kurang mau berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan,1982; Gifford,1987).
  3. Perilaku menolong, kepadatan tinggi menurunkan keinginan individu untuk menolong atau member bantuan pada orang lain yang membutuhkan, terutama orang yang tidak dikenal (Holahan,1982; Fisher dkk., 1984).
  4. Kemampuan mengerjakan tugas, situasi padat menurunkan kemampuan individu untuk mengerjakan tugas-tugas pada saat tertentu (Holahan,1982)
  5. Perilaku agresi, situasi padat yang dialami individu dapat menumbuhkan frustrasi dan kemarahan, serta pada akhirnya akan terbentuk perilaku agresi (Heimstra dan McFarling,1978; Holahan, 1982).

E. SOLUSI


1. Upaya pemerataan penduduk dalam mencapai keseimbangan ekonomi dan ekologi, dilaksanakan transmigrasi dari pulau yang padat penduduk ke Pulau yang konsentrasi penduduknya rendah.
2. Pemerintah mengadakan usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk dengan program Keluarga Berencana.
3. Usaha pelestarian alam untuk mendukung lingkungan agar tercapai keseimbangan manakala manusia melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Komponen lingkungan yang terdiri dari manusia, materi, energi, dan kreasi oleh ilmu lingkungan diatur agar komponen serta hubungan timbal baliknya dapat mempertahankan eksistensi manusia, menciptakan dinamika dan kesejahteraan manusia.


Sumber
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_ kesesakan.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepadatan



Jumat, 25 Februari 2011

Bagaimana sebuah lingkungan dapat mempengaruhi suatu lingkungan

Lingkungan Kota yang berbeda dengan Desa

Contoh kasus, perilaku masyarakat desa yang pindah ke kota besar, mereka cenderung menjadi orang-orang yang hedonis, konsumtif dan kapitalis. Lingkungan kota sangat berbeda dengan lingkungan desa. Jika lingkungan kota adalah lingkungan pekerja yang dekat dengan teknologi canggih, seperti karyawan pabrik yang akrab dengan mesin-mesin pabrik dengan teknologi tinggi atau karyawan kantor yang akrab dengan media komputer, sementara masyarakat desa akrab dengan lingkungan alam karena kebanyakan mereka bekerja sebagai petani.

Maka jelaslah secara perilaku akan jauh berbeda, meskipun tidak menutup kemungkinan masyarakat desa pun sudah mengenal teknologi seperti internet sehingga pengaruh budaya luar dengan mudah masuk ke dalam isme mereka.

Sistem kebudayaan masyarakat kota itu sudah sangat terkontaminasi dengan pengaruh budaya asing sehingga perilaku masyarakat kota lebih individualis daripada masyarakat desa. Perilaku ini sangat dipengaruhi oleh interaksi, interelasi, dan interdepensi dari berbagai budaya yang membawa perubahan dari yang paling profan sampai yang paling sakral.

Interaksi ini terjadi pada hampir semua sektor kebudayaan, seperti ekonomi, sosial, politik, juga pada agama, filsafat, ilmu pengetahuan dan kesenian. Perubahan ini tidak bisa dianggap sebagai perubahan yang serasi, selaras dan seimbang, tetapi lebih berupa konflik.

Dari konflik inilah muncul apa yang disebut Value Confusion, ketika nilai-nilai yang berbeda bahkan bertentangan dianggap sama sahnya. Misalnya nilai rukun dan nilai kebebasan. Terkadang muncul pula suasana kosong nilai atau anomi, karena tak ada lagi nilai-nilai yang dapat dijadikan pegangan.

Mencermati hal di atas maka perilaku masyarakat kota itu cenderung lebih bebas karena sudah tidak mengindahkan nilai-nilai yang ada. Mungkin dapat dikatakan bahwa perilaku masyarakat kota itu lebih tidak bermoral daripada masyarat desa.

Kasus lain Indonesia sedang mengalami transformasi besar-besaran, baik akibat perubahan kondisional, seperti pertambahan jumlah penduduk yang luar biasa.

Perubahan penduduk yang pesat telah membawa dampak perubahan perilaku yang dahsyat. Pertambahan penduduk ini juga berdampak pula pada pola-pola migrasi. Urbanisasi makin deras sehingga menimbulkan penumpukan penduduk di kota-kota. Penumpukan warga kota yang semakin padat menyebabkan lapangan pekerjaan semakin menyempit. Hal ini akan menimbulkan kemiskinan.

Kemiskinan akan menyebabkan perilaku yang beringas di perkotaan dan meningkatnya tindak kriminalitas, seperti pencopetan, penodongan, dan tindak kekerasan lainnya.

Bagaimana sebuah lingkungan dapat mempengaruhi suatu lingkungan dilihat dari teori??

Psikologi lingkungan adalah ilmu kejiwaan yang mempelajari perilaku manusia berdasarkan pengaruh dari lingkungan tempat tinggalnya, baik lingkungan sosial, lingkungan binaan ataupun lingkungan alam.

Soedjatmoko, seorang ahli sosiologi, mengungkapkan harapannya untuk mengangkat mawas diri dari tingkat moralisme semata-mata ke tingkat pengertian psikologis dan historis dan mengenai perilaku manusia. Dalam hal ini beliau memberikan pengertian tentang moralisme dan perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh psikologis historis suatu lingkungan, tempat orang tersebut bersosialisasi dengan masyarakat binaannya.

Sementara Hardjowirogo, seorang antropolog, menulis bahwa tidak ada jaminan akan keefektifan mawas diri। Ungkapan itu telah surut menjadi sekadar penghias buah bibir। Perubahan zaman telah membawa pula fungsi mawas diri menjadi pengucapan belaka.

referensi.... http://www.anneahira.com/psikologi-lingkungan.htm



Rabu, 12 Januari 2011

sejarah terbentuknya suatu kelompok (kirim ulang)

Dewan Pembangunan Musolah Al-Hidayah


1. Sejarah terbentuknya Dewan Pembangunan Musolah

Berawal dari mininya lokasi peribadatan dilingkungan perumahan BMI, ketua Rt lingkup blok I memiliki program membangun sebuah musolah agar dapat membina masyarakat yang lebih beriman, dengan didukung oleh anggota majelis ta’lim bapak-bapak dan ibu-ibu yang memiliki perkumpulan pengajian masing-masing. Dengan alasan setiap mengadakan pengajian dilakukan dari rumah ke rumah warga, maka untuk suatu keinginan memiliki lokasi yang tetap mereka mendukung program pembangunan musolah tersebut.

Lantas dibentuklah sebuah Dewan Pembangunan Musolah yang diambil dari perwakilan majelis ta’lim bapak-bapak dan ibu-ibu, mereka bertugas untuk mempelancar jalannya pembangunan musolah dengan tanggung jawab pencarian dana.

Tugas pertama yang dilakukan Dewan Pembangunan Musolah adalah membuat proposal yang bertujuan permintaan dana sumbangan yang diedarkan dari rumah ke rumah warga serta ke instalasi perusahaan-perusahan. Hingga terselesainya pembanguan musolah tersebut.


2. Perkembangan yang sudah terlihat

Berawal dari over kredit 1 rumah, lalu dibongkar hingga dibentuk menjadi sebuah pondasi musolah, mencicil rekening listrik dan mencicil storan BTN tiap bulannya dimulai dari tahun 2007 hingga bulan September 2010 kemarin baru lunas. Tugas Dewan Pembangunan Musolah mendapat respon yang baik dari warga karena telah mencapai hasil yang sangat memuaskan.

Pada bulan ini mereka sedang mengusahakan untuk melakukan pindah nama dari pemilik sebelumnya menjadi atas nama warga blok I yang dilakukan dengan mewakafkannya oleh karena itu pengurusan dilakukan diNotaris untuk pengesahan agar lebih legal.
Saat ini musolahpun sudah diberi nama oleh Dewan Pembangunan Musolah yaitu musolah Al-hidayah,dan dapat digunakan oleh warga untuk berkegiatan ibadah.


3. Keanggotaan Dewan Pembangunan Musolah

Ketua Dewan : Bp Supriyono

Sekertaris : Bp Odong Supriatna

Bendahara : Ibu Khotijah

Sek. Perlengkapan : Bp Idam Kholik

Humas : Anak-anak remaja


4. Kegiatan

Selain bertugas dalam pembangunan Dewan Pembangunan Musolah juga memiliki tanggung jawab dalam pengembangan kegunaan musolah yang sudah berdiri kokoh, mereka ditugaskan untuk mengajak atau mengadakan kegiatan dimusolah

jurnal kelompok (kirim ulang)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh ibu Inge Andriani dalam penyelesaian tugas softskiil “Psikologi Kelompok”.

Terimakasih untuk teman-teman terutama kelompok yang beranggotakan “Alzena Amanta, Nikmah Khumairoh, Nurul lailani, Putri Asih, dan juga Ratih nurwahyuningtyas” sudah meluangkan waktu untuk memberikan kelancaran dalam bentuk kerjasama walau banyak kendala yang dihadapi, maka akhirnya tugas ini dapat terselesaikan dan mudah-mudahan mendapatkan hasil yang memuaskan. Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Allah SWT.

Akhir kata kami mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas ini. Semoga penulisan ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca. Amin



Bekasi, Oktober 2010





LATAR BELAKANG


Kelompok adalah kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh anggota masyarakat. Kelompok juga dapat mempengaruhi perilaku para anggotanya.

Menurut Johnson (Sarwono, 2005) kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to faceinteraction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mancapai tujuan bersama.

Bebearapa ahli psikologi sosial seperti Durkheim dan Warriner berpandangan bahwa kelompok merupakan sesuatu yang riil yang dapat diperlakukan sebagai objek di dalam lingkungan kita (dalam Sarwono, 2005).

Bergabung dengan sebuah kelompok merupakan sesuatu yang murni dari diri sendiri atau juga secara kebetulan. Misalnya, seseorang terlahir dalam keluarga tertentu. Namun, ada juga yang merupakan sebuah pilihan. Dua faktor utama yang tampaknya mengarahkan pilihan tersebut adalah kedekatan dan kesamaan.

1. Kedekatan

Pengaruh tingkat kedekatan, atau kedekatan geografis, terhadap keterlibatan seseorang dalam sebuah kelompok tidak bisa diukur. Kita membentuk kelompok bermain dengan orang-orang di sekitar kita. Kita bergabung dengan kelompok kegiatan sosial lokal. Kelompok tersusun atas individu-individu yang saling berinteraksi. Semakin dekat jarak geografis antara dua orang, semakin mungkin mereka saling melihat, berbicara, dan bersosialisasi. Singkatnya, kedekatan fisik meningkatkan peluang interaksi dan bentuk kegiatan bersama yang memungkinkan terbentuknya kelompok sosial. Jadi, kedekatan menumbuhkan interaksi, yang memainkan peranan penting terhadap terbentuknya kelompok pertemanan.

2. Kesamaan

Pembentukan kelompok sosial tidak hanya tergantung pada kedekatan fisik, tetapi juga kesamaan di antara anggota-anggotanya. Sudah menjadi kebiasaan, orang leih suka berhubungan dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan yang dimaksud adalah kesamaan minat, kepercayaan, nilai, usia, tingkat intelejensi, atau karakter-karakter personal lain. Kesamaan juga merupakan faktor utama dalam memilih calon pasangan untuk membentuk kelompok sosial yang disebut keluarga.



DATA JURNAL


1. JURNAL KOHESIFITAS SUPORTER TIM SEPAK BOLA PERSIJA

a. Sejarah Pembentukan Kelompok

Persija singkatan dari Persatuan Sepak Bola Jakarta adalah sebuah klub sepak bola Indonesia yang berbasis di Jakarta dan memiliki julukan Macan Kemayoran. Persija saat ini bermain di Divisi Utama Liga Indonesia.

Persija didirikan pada tahun 1928, dengan cikal bakal bernama Voetbalbond Indonesish Jakarta (VIJ). VIJ merupakan salah satu klub yang ikut mendirikan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dengan keikutsertaan wakil VIJ, Mr.Soekardi dalam pembentukan PSSI di Societeit Hadiprojo Yogyakarta, Sabtu 19 April 1930 (Wikipedia,2007).

The Jakmania adalah kelompok suporter pendukung tim sepak bola Persija yang terbentuk karena suatu alasan, yaitu samasama mendukung tim sepak bola Persija dan berupaya untuk mengorganisir para supporter Persija. The Jakmania berdiri sejak Liga Indonesia IV, tepatnya 19 Desember 1997. Pada awalnya The Jakmania hanya terdiri dari 100 orang, dengan pengurus sebanyak 40 orang. Ketika dibentuk, dipilihlah figur yang dikenal di mata masyarakat. Gugun Gondrong merupakan sosok yang paling dikenal saat itu dan memimpin The Jakmania pada periode 1999-2000. Seiring dengan berjalannya waktu masa kepemimpinan Gugun Gondrong digantikan oleh Fery Indrasjarief yang memimpinselama 3 periode. Pada masa kepemimpinan Fery, The Jakmania berhasil mendapatkan anggota sebanyak 30.000 dari 50 Koordinator Wilayah (Wikipedia, 2007).

Kelompok yang ada dalam The Jakmania

· Jak On Air yaitu kelompok yang bekerja sama dengan Radio Utan Kayu yang setiap seminggu sekali mendatangkan pemain pemain Persija,

· Jak Angel yaitu kelompok perempuan yang mendukung tim Persija,

· Jak Online yaitu kelompok yang mempunyai kegiatan untuk memberikan fasilitas informasi tentang Persija melalui jalur internet,

· Jak Scooter yaitu kelompok pengguna kendaraan vespa yang mendukung Persija, dan

· Jak Adventure adalah kelompok suporter yang mendukung persija saat bertanding di kandang lawan (Wikipedia, 2007).

· Kelompok-kelompok kecil ini memiliki aktifitas seperti berangkat bersamasama dari suatu tempat menuju stadion tempat lokasi pertandingan Persija dan pulang bersama-sama menuju tempat asal.

· Kelompok The Jak Kukusan merupakan salah satu kelompok kecil yang tidak tercatat berdasarkan pembagian kelompok diatas.


b. Prestasi Persija

Klub Sepak Bola Persija memiliki stadion yang terletak di Lebak Bulus, Jakarta, yang memiliki kapasitas berjumlah 30.000 penonton. Klub ini mendapatkan mendapatkan perhatian yang besar dari Gubernur Jakarta waktu itu ,Sutiyoso yang merupakan Pembina Persija. Keberadaan Persija dalam kancah Liga Indonesia memiliki banyak prestasi, di antaranya:

a) 1931 Juara – VIJ Jakarta ( nama awal Persija)

b) 1933 Juara – VIJ Jakarta

c) 1934 Juara – VIJ Jakarta

d) 1938 Juara – VIJ Jakarta

e) 1964 Juara – Persija Jakarta

f) 1974 Juara – Persija Jakarta

g) 1975 Persija Jakarta dan PSMS Medan (juara bersama)

h) 1977 Juara – Persija Jakarta

i) 1979 Juara – Persija Jakarta

j) 1990 Divisi Utama Peringkat 10

k) 1995 Peringkat 12 Wilayah Barat

l) 1995 Peringkat 13 Wilayah Barat

m) 1996 Peringkat 10 Wilayah Barat

n) 1998 4 Besar Liga Indonesia

o) 1999 4 Besar Liga Indonesia

p) 2001 Juara Liga Bank Mandiri

q) 2002 8 Besar Liga Bank Mandiri

r) 2003 Peringkat 7 Liga Bank Mandiria

s) 2004 Peringkat 3 Liga Bank Mandiri

t) 2005 Runner-Up Liga Indonesia

u) 2005 Runner-Up Copa Indonesia

v) 2006 Liga Indonesia 8 Besar

w) 2006 Copa Indonesia Juara

c. Konflik kelompok

· Agresivitas sebagai reaksi terhadap gangguan dari luar.

· Evaluasi yang berlebihan tentang keunggulan atau ketidakmampuan seeorang dibandingkan anggota kelompok lainnya.

· Persepsi tentang kesamaan antar pribadi dalam hal sikap, perilaku, dan kepribadian.

· Konformitas pada standar kelompok yang bersangkutan dengan sikap dan penampilan


2. JURNAL UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI MAHASISWA DALAM PROSES PEMBELAJARAN MATA KULIAH SOSIOLOGI PENDIDIKAN MELALUI METODE PEER TEACHING DAN BRAINSTORMING

a. Sejarah Kelompok

Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman sebagai salah satu unsur atau elemen Sistem Pendidikan Nasional, tidak terlepas dari berbagai permasalahan selama proses pembelajaran. Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah tingginya rasio antara dosen dan mahasiswa yaitu 1 : 80. Artinya, kelas yang terbentuk adalah kelas besar yang menyebabkan suasana kelas tidak kondusif. Salah satu mata kuliah yang diajarkan di Jurusan Sosiologi adalah Sosiologi Pendidikan. Mata kuliah ini termasuk dalam kelompok Mata Kuliah Wajib yang diberikan di semester IV dengan bobot 2 SKS. Mata kuliah Sosiologi Pendidikan bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan pengertian dasar kepada mahasiswa mengenai cara berpikir secara teoritis dan teknis untuk melihat hubungan antarmanusia dalam proses pendidikan.


b. Konflik yang dihadapi

Permasalahan mendasar yang dihadapi Peneliti sebagai tim teaching Sosiologi Pendidikan adalah masih kurangnya partisipasi mahasiswa selama kuliah berlangsung. Meskipun tim teaching sudah menggunakan metode diskusi kelompok dan diskusi kelas, namun tingkat partisipasi mahasiswa dalam kuliah masih rendah. Kekurangaktifan mahasiswa tersebut, bisa disebabkan oleh banyak faktor. Faktor–faktor tersebut di antaranya adalah mahasiswa kurang memahami materi yang disampaikan dosen, adanya perasaan takut dalam diri mahasiswa (karena kurang terbiasa) serta adanya perasaan takut salah yang kemudian mengakibatkan mahasiswa menjadi minder atau trauma jika ia menjawab pertanyaan pada saat diskusi.

Atas dasar itulah, salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah dengan mengintensifkan kegiatan diskusi kelompok mahasiswa baik di luar (diskusi secara mandiri) maupun pada saat kuliah berlangsung. Langkah ini ditempuh untuk meningkatkan partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajaran Sosiologi Pendidikan. Langkah ini juga ditempuh untuk meningkatkan interaksi antara dosen-mahasiswa dan interaksi antarmahasiswa. Metode diskusi yang diharapkan dapat meningkatkan partisipasi mahasiswa di kelas, ternyata belum dapat terwujud dalam proses pembelajaran Sosiologi Pendidikan di Jurusan Sosiologi. Kendala yang dihadapi tim teaching selama proses diskusi tersebut adalah jumlah peserta kuliah yang sangat besar (lebih dari 80 mahasiswa), sehingga suasana kelas yang terbentuk menjadi tidak kondusif.

Tantangan yang harus dihadapi tim teaching juga harus banyak meluangkan waktu. Cara mengatasinya adalah tim teaching akan selalu mengadakan koordinasi antaranggota sehingga setiap anggota dapat saling menggantikan. Selain itu, juga perlu disusun jadwal diskusi secara bergiliran. Materi kuliah juga perlu diperhatikan. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar tematema diskusi merupakan tema-tema yang aktual dan up to date. Tema yang aktual akan lebih menarik minat mahasiswa untuk membahas dan mendiskusikannya. Sumber belajar selalu dikembangkan, agar mahasiswa akan lebih mudah mengakses materi kuliah serta dapat mengembangkannya secara mandiri sehingga mahasiswa tidak selalu tergantung pada dosen. Metode brainstorming juga menjadi metode utama, mengingat dengan metode ini mahasiswa diharapkan akan lebih dinamis. Interaksi antarmahasiswa juga dapat dipertahankan dengan metode ini. Metode brainstorming juga dilakukan untuk menjaga agar proses pembelajaran tidak terkesan monoton.

c. Prestasi yang dihasilkan

· Mahasiswa bisa berbicara di depan umum, juga dapat meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa.

· Perubahan perilaku dalam diri mahasiswa, yaitu perubahan karakter mahasiswa yang pasif menjadi lebih aktif di kelas.

· Meningkatkan partisipasi mahasiswa selama proses pembelajaran.


3. JURNAL PENGGUNAAN DAN EFEKTIVITAS MENGATASI STRES DALAM OLAHRAGA ANTARA OLAHRAGAWAN AUSTRALIA DAN INDONESIA (Use and Effectiveness of Coping with Stress in Sport Among Australian and Indonesian Athletes)


a. Sejarah Kelompok

Salah satu bidang psikologi olahraga coping literatur terus membutuhkan tambahan penelitian menyangkut pengaruh budaya penelitian. Penelitian lintas budaya membantu dalam menentukan temuan generalisability, dan memberikan dasar untuk perbandingan dengan budaya mainstream (Duda & Allison, 1990). Dalam sebuah penelitian yang jarang di daerah ini, Anshel, Williams dan Hodge (1997) meneliti budaya (Amerika Serikat [AS] dan Australia) perbedaan dalam menghadapi peristiwa stres dalam olahraga. Para peneliti menemukan bahwa kelompok (budaya) perbedaan menyumbang 95% dari total dispersi. Menentukan bahwa latar belakang budaya seorang atlet dapat mempengaruhi persepsi mereka dan tanggapan afektif terhadap stres harus menghasilkan kepekaan yang lebih besar untuk kelompok dan karakteristik budaya dalam pembinaan dan dalam mengembangkan intervensi manajemen stres. Perbedaan budaya dalam menghadapi telah diperiksa mengenai sumber stres dan coping strategi antara pejabat olahraga (misalnya, Anshel & Weinberg, 1995, 1996; Rodafinos € Kaissidisâ ', Anshel, & Sideridis, 1998). Dalam studi budaya gaya pelatihan, Chelladurai, Imamura, Yamaguchi, Oinuma, dan Miyauchi (1988) menemukan bahwa atlet Jepang)) disebut gaya kepemimpinan yang lebih otokratis, sedangkan atlet Kanada ingin lebih banyak pelatihan dan instruksi dari pelatih mereka.

Studi tentang efektivitas coping dalam olahraga, khususnya yang berkaitan dengan perbandingan budaya, telah sedikit. Dalam satu studi psikologi olahraga rue memeriksa efektivitas coping, atlet Dugsdale, Eklund, dan Gordon (2002) diminta untuk menilai efektivitas strategi penanganan yang mereka telah digunakan untuk mengatasi dengan pengalaman mereka yang paling stres stres berikut yang diharapkan dan tak terduga. Dalam literatur psikologi umum, Aldwin dan Revenson (1987) dan Zeidner dan Saklofske (1996) berpendapat bahwa inkonsistensi temuan penelitian tentang efektivitas mencerminkan mengatasi masalah konseptual dasar dalam pengukuran coping. Hubungan antara coping dan hasil diukur "tanpa memeriksa langkah antara penting, apakah usaha mengatasi berhasil dalam mencapai tujuan individu".

Apakah kecenderungan coping yang efektif sebagai fungsi dari jenis stressor memiliki nampaknya belum sebelumnya diperiksa dalam olahraga kompetitif. Penilaian efektivitas coping dalam penelitian ini alamat daerah ini hampir diabaikan untuk mengatasi dalam sastra olahraga. Hal ini sangat penting mengingat penggunaan umum strategi coping maladaptif yang biasa digunakan dalam olahraga yang sering menghambat kualitas kinerja (misalnya, permusuhan terhadap lawan, kemarahan diarahkan selfâ € ', berdebat dengan pejabat game). Selain itu, sementara peneliti sebelumnya telah difokuskan pada stres yang telah berpengalaman selama kontes olahraga, telah terjadi tidak tampak dari penelitian sebelumnya memeriksa peristiwa stres yang terjadi sebelum acara kompetitif.

Dengan demikian, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk membandingkan digunakan (frekuensi) dan efektivitas yang dirasakan dari strategi coping sebelum (permainan) dan selama (game) olahraga kompetitif kontes sebagai fungsi budaya, khususnya, di antara Australia dan Indonesia pria dan wanita atlet. Itu adalah hipotesis bahwa penggunaan strategi penanganan yang berpengalaman sebelum dan selama acara olahraga kompetitif akan signifiÂcantly berbeda sebagai fungsi dari dua faktor, jenis stresor dan budaya. Berdasarkan literatur terkait yang masih ada, perbedaan antara budaya terhadap efektivitas coping juga diprediksi.


b. Prestasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan peserta laki-laki dan perempuan dari dua Negara (Indonesia dan Australia). Dimana dalam tingkat lokal 52 untuk Australia dan 35 untuk Indonesia), regional 62 untuk Australia dan 83 untuk Indonesia dan dalam negara bagian / tingkat propinsi 22 untuk Australia dan 29 untuk Indonesia. Olahraga yang dipertandingkan adalah hoki lapangan (N = 74), softball (N = 72), basket (N = 70), voli (N = 58), dan baseball (N = 9). Untuk tujuan perbandingan budaya, bisbol dipandang sebagai sebanding dengan softball sehubungan dengan tuntutan tugas, keterampilan, dan situasi permainan (Magill, 2001). Para pelatih tim di organisasi-organisasi ini setuju untuk terlibat dalam studi atas nama atlet. Penelitian, kemudian. terdiri dari total 283 atlet, termasuk 136 Australia (M = 20.3 yrs, SD = 0,71), 68 laki-laki dan 68 perempuan, dan 147 Indonesia (M = 22.5, = 0,98 SD), 78 laki-laki dan 69 perempuan. Tingkat pengalaman di tingkat saat ini kompetisi olahraga adalah 3,9 yrs. (SD = 87) dan 2,9 yrs. (SD = 1,01), untuk Australia dan Indonesia, masing-masing.

Item ini dikategorikan menggunakan analisis isi deduktif (DCA) berdasarkan analisis independen dari dua peneliti studi ini, diikuti oleh konsensus 100%. DCA melibatkan penggunaan yang telah ditentukan set tema, kategori, atau kerangka kerja konseptual untuk mengatur kutipan diperoleh dalam wawancara pribadi (Patton, 1990). DCA sudah sesuai dalam penelitian ini karena menanggulangi persediaan multidimensi (Carver et al, 1989.), Ukuran menghadapi peristiwa stres, menjabat sebagai kerangka kerja konseptual dari yang laporan para atlet '(yaitu, mereka menggunakan strategi coping) adalah dikategorikan.

Langkah-langkah yang digunakan yaitu :

· Terfokus coping (coping aktif, perencanaan, penekanan kegiatan bersaing, menahan diri mengatasi, mencari dukungan sosial instrumental)

· Aspek mengukur lima skala dari apa yang mungkin dipandang sebagai emotionâl 'fokus coping (mencari dukungan sosial emosional, reinterpretasi positif, penerimaan, penolakan, beralih ke agama), dan

· Tiga skala mengukur coping respon yang dikatakan kurang berguna (fokus dan ventilasi dari emosi, perilaku dan mental bercerai) "(hal. 267). Instrumen COPE telah digunakan untuk mengukur coping dalam studi olahraga sebelumnya diterbitkan psikologi (misalnya, Dugsdale et al, 2002;. Gould et al, 1993.).

Hasil yang diperoleh :

· Para atlet 'strategi penanganan yang mencerminkan enam dimensi et al Carver.' S COPE, aktif coping (yaitu, meningkatkan upaya seseorang),

· Menahan diri (yaitu, menahan diri kembali dari tindakan prematur dengan menunggu kesempatan yang tepat),

· Penerimaan (misalnya, mengakui bahwa stressor adalah bagian dari olahraga; ada lagi yang bisa dilakukan),

· Penolakan (yaitu, penolakan untuk percaya pada stressor yang ada, atau bahwa stressor harus diabaikan atau tidak penting),

· Mencari dukungan sosial karena alasan emosional (misalnya, mencoba untuk mendapatkan simpati, nasihat, atau pengertian dari orang lain), dan

· Ventilasi emosi (misalnya, bertindak agresif terhadap lawan atau secara lisan mengungkapkan frustrasi).

Faktor budaya dapat menentukan cara di mana seorang individu melihat dan menanggapi peristiwa stres. Sebagai contoh. dalam studi mereka tentang pengaruh budaya terhadap perilaku sosial, Storey, Spitzer, Nebesky, Lyon, dan Wheeler (1992) dan Triandis (1994) menemukan bahwa Indonesia lebih mungkin untuk mengekspresikan kesopanan dan lebih "halus" dalam mengungkapkan ketidaksetujuan atau keberatan dari yang lain budaya. Demikian pula, Kornadt (1991) menemukan bahwa remaja Indonesia cenderung untuk mencerminkan kesalahan mereka sendiri. kesedihan, dan frustrasi yang dihitung untuk Eropa remaja, sedangkan Passchier et al. (1991) menyimpulkan bahwa Indonesia lebih cenderung kerjasama nilai dan mencapai konsensus daripada memperoleh tujuan individu, dibandingkan dengan budaya Barat. Dalam studi lintas budaya terkait, Chelladurai et al. (1988) melaporkan bahwa atlet laki-laki Jepang lebih suka menggunakan dukungan sosial sebagai strategi coping dibandingkan dengan rekan-rekan Kanada mereka. Secara keseluruhan, temuan ini sebagian dapat menjelaskan perbedaan budaya dalam menghadapi dalam olahraga.


c. Konflik yang dihadapi

Ada keterbatasan dalam studi ini yang harus dibahas dalam penelitian di masa mendatang di daerah ini. Sebagai contoh, Zeidner dan Sakiofske (1996) berpendapat bahwa efektivitas operasional dianggap harus didefinisikan untuk responden karena itu adalah "kedua contextâ € 'tertentu dan terkait dengan pertemuan khusus" dan bahwa "keberhasilan coping ditentukan oleh efek dan hasil tertentu dalam situasi ". Persepsi yang atlet efektifitas dalam penelitian ini tidak kontrol faktor-faktor kontekstual dan definisi operasional. Salah satu implikasi dari hasil saat ini adalah perlu untuk menyelidiki hubungan antara frekuensi dengan yang dipilih atlet menggunakan strategi mengatasi dan efektivitas yang dirasakan menggunakan strategi tersebut sebagai fungsi dari sumber stres.

Keterbatasan lain dalam penelitian ini, menjadi perhatian umum di sebagian besar mengatasi dalam studi olahraga (Crocker et al, 1998.), Adalah konteks situasional (misalnya, saat musim, status kontes) di mana data mengatasi diperoleh. Kemungkinan bahwa penilaian peristiwa stres dan penggunaan selanjutnya strategi coping mungkin berbeda sebagai fungsi dari karakteristik situasional olahraga kompetitif (Newcombe & Boyle, 1995). Meskipun kumpulan data dari studi ini bagi semua kelompok yang diperoleh selama bagian tengah musim masing-masing, dirasakan pentingnya kontes tertentu dan perubahan seiring mungkin dalam intensitas tegangan tidak terkontrol. perbandingan gender juga diperlukan dalam penelitian masa depan pada mengatasi dalam olahraga diberikan ukuran sampel yang tepat untuk mengatasi Tipe I kesalahan. Penelitian tambahan adalah deeded untuk menguji efektivitas dalam meningkatkan pemahaman kita mengenai proses penanggulangan dalam olahraga kompetitif. Sebuah model konseptual yang dikembangkan oleh Anshel, Kim, Kim, Chang, dan Dapatkan (2001) mungkin menyediakan satu kerangka kerja konseptual di mana untuk mengatasi perbedaan individu dalam mengatasi stres dalam olahraga.


4. JURNAL INTEGRASI PRAKASA DI CSIRO: REFLEKSI DARI INSIDER


a. Sejarah Pembentukan Kelompok

Terbentuk sejak 1916 saat itu sebagai Dewan Penasehat Sains dan Industri dan pada tahun 1926 CSIRO dibentuk dan merupakan lembaga ilmu pengetahuan nasional Australia. Akronim CSIRO sekarang resmi nama organisasi, tetapi awalnya itu berdiri untuk Persemakmuran Organisasi Penelitian Ilmiah dan Industri. Saat itu ada sekitar 6.700 staf, 4.300 staf ini adalah penelitian para ilmuwan atau staf yang khusus berkaitan dengan proyek-proyek penelitian.

CSIRO berurusan dengan masalah kesehatan Australia melalui ekosistem dan pengelolaan tanah untuk industri. Penelitiannya dilakukan di kedua perkotaan dan pedesaan pengaturan. Untuk alasan ini, CSIRO dan ilmuwan profesional dengan berbagai disiplin latar belakang, mewakili ilmu pengetahuan alam, teknik, dan ilmu sosial.

CSIRO saat ini memiliki 21 divisi, yang dianggap sebagai unit bisnis terpisah. Secara tradisional divisi ini cenderung diselenggarakan sepanjang jalur disiplin dan difokuskan pada isu-isu tertentu (misalnya atmosfer, lautan, gizi manusia, atau kehutanan). Namun struktur ini terus dalam peninjauan sebagai organisasi, menanggapi persyaratan yang relevan dengan isu-isu kontemporer sebagai bagian dari respon ini telah ada kecenderungan terhadap lebih banyak riset multidisiplin dan terpadu.


b. Prestasi

CSIRO sejauh ini dapat menciptakan holistik pemecahan masalah yang diberikan manajemen tradisional struktur berdasarkan kombinasi dari disiplin ilmu biofisik, dan aspirasi untuk menghasilkan "ilmu yang hebat."

CSIRO juga berfokus pada penyediaan solusi holistik untuk masalah utama Australia.
Sebagai contoh, organisasi berharap untuk alamat pengelolaan sumber daya alam yang signifikan
masalah Australia dengan menggabungkan kebijaksanaan beragam disiplin ilmu.


KESIMPULAN


1. Metodologi Penelitian atau Tahap-tahap Penelitian

Menurut Usman dan Purnomo (2006) tahap persiapan dan pelaksanaan dalam penelitian kualitatif meliputi beberapa tahap:

a) Studi Pendahuluan

Pada tahap ini studi pendahuluan berguna untuk menjajaki keadaan di luar lapangan, dimana peneliti harus mengetahui masalah apa yang layak dan penting untuk diteliti. (Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan kegiatan untuk melihat kelayakan dan kepatutan dari masalah yang akan diteliti pada kelompok yang bersangkutan disertai adanya konsultasi dan bimbingan dari dosen pembimbing.)

b) Pembuatan Pradesain

Penelitian Pada tahap ini penelitian tidak bertujuan untuk menguji atau membuktikan teori seperti dalam metode kuantitatif, melainkan peneliti harus dapat mengembangkan teori yang akhirnya menemukan teori baru berdasarkan data yang didapatkan dilapangan.

c) Seminar Pradesain

Pada tahap ini seminar berguna untuk mendapatkan umpan balik terhadap hal-hal yang perlu mendapatkan perbaikan. Setelah pradesain selesai dibuat, maka perlu diseminarkan atau meminta persetujuan pembimbing, barulah peneliti terjun kelapangan untuk mengumpulkan data yang relevan. (Peneliti melakukan seminar di depan kelas, di hadapan dosen pembimbing dan rekan kuliah. Seminar ini dilakukan pada saat mata kuliah seminar studi kasus.)

d) Memasuki Lapangan

Pada tahap ini langkah awal peneliti adalah memilih lokasi situasi sosial yang mengandung;

a. Tempat adalah wadah dimana manusia melakukan kegiatan tertentu.

b. Pelaku adalah semua orang yang terdapat dalam wadah tertentu.

c. Kegiatan adalah aktivitas yang dilakukan dalam wadah tertentu.

e) Pengumpulan data

Pada tahap ini data yang dikumpulkan oleh peneliti meliputi tempat, pelaku, dan kegiatan yang diperoleh dari lapangan.

f) Analisis Data

Pada tahap ini data yang diperoleh dari lapangan harus segera dianalisis setelah dikumpulkan dan dituangkan dalam bentuk laporan lapangan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pada jurnal 1: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara terbuka. Hal ini akan memungkinkan peneliti untuk memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang diteliti, namun pada saat yang bersamaan tetap fleksibel, itu semua tergantung pada perkembangan dan situasi dalam wawancara

Pada jurnal 2: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara terbuka dan tertutup. Hal ini karena wawancara digunakan dengan tujuan umtuk memperoleh masukan atau umpan balik dari mahasiswa guna memperbaiki kualitas proses pembelajaran. Tes Formatif dan Ujian juga digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi oleh mahasiswa pada materi tertentu.

Pada jurnal 3: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara terbuka. Dimana subjek mengetahui bahwa ia sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara itu. Para atlet diminta untuk menunjukkan tingkat stres mereka yang dialami sebelum dan selama permainan, dinilai skala mulai dari I (Tidak di semua stres) sampai 5 (Sangat stres).

Pada jurnal 4: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe wawancara terbuka. Hal ini akan memungkinkan peneliti untuk memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang diteliti.


§ Observasi


Pada jurnal 1: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi partisipasi dimana peneliti terlibat langsung secara aktif dalam objek yang diteliti sehingga memungkinkan informasi yang diperoleh dapat lebih maksimal dan diharapkan akan membantu dalam penelitian.

Pada jurnal 2: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi eksperimental dimana peneliti menghadirkan situasi yang disiapkan sedemikian rupa untuk meneliti sesuatu yang dicobakan.

Pada jurnal 3: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi sistematis dimana observasi ini sudah ditentukan terlebih dahulu kerangkanya, kerangka itu memuat faktor-faktor yang akan diobservasi menurut kategorinya.

Pada jurnal 4: Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi eksperimental dimana peneliti menghadirkan situasi yang disiapkan sedemikian rupa untuk meneliti sesuatu yang dicobakan.


3. Uji Keakuratan

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa uji keakuratan, antara lain:

a) Uji Kredibilitas

Kredibilitas adalah kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif. Untuk mencapai kredibilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mengunakan proses triangulasi dan meningkatkan ketekunan (keajegan pengamatan). Menurut Wiersma (dalam Sugiyono, 2007) triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Patton (dalam Moleong, 2007) mengemukakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan, yaitu:

· Triangulasi Sumber: Membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

· Triangulasi Metode: Pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

· Triangulasi penyidik: Adanya pengamat diluar peneliti untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Adanya pengamat lain membantu mengurangi kemelencengan dalam pengumpulan data.

· Triangulasi Teori: Pengunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat.

b) Uji Dependability

Dependability adalah uji yang dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Cara untuk melakukan dependability adalah dilakukan oleh auditor yang independen atau pembimbing mengaudit keseluruhan aktifitas peneliti dalam melekukan penelitian (bagaimana peneliti mulai menentukan masalah atau fokus, memasuki lapangan, menentukan sumber data, sampai membuat kesimpulan dapat ditunjukan oleh peneliti).

c) Uji Confirmability

Confirmability adalah menguji hasil penelitian yang dikaitkan dengan proses yang dilakukan.


4. Hasil

Pada jurnal 1:

· Kohesivitas individu dalam kelompok kecil The Jakmania.

Berdasarkan penelitian kohesivitas dalam kelompok tersebut seperti, aktifitas kelompok dalam komunitas (main bola bareng adalah salah satu kegiatan TheJak kukusan, berkumpul setiap hari), aktifitas kelompok kecil (pulang pergi bersama saat menonton pertandingan Persija secara langsung, patungan), proses pengambilan keputusan (berdiskusi untuk menentukan keputusan yang terbaik, setiap anggota mempunyai solusi), identitas kelompok (menggunakan atribut Persija, baju, logo, shal), kohesivitas kelompok di luar lapangan (berkumpul diwarung ujung gang, dalam perjalanan kelompok menyanyikan yel-yel bersama), kohesivitas kelompok dilapangan (kelompok bergabung dengan The Jak yang lain, kelompok bernyanyi bersamasama, merayakan gol bersama, merayakan kemenangan bersama).

· Faktor-faktor yang menyebabkan kohesivitas individu dalam kelompok kecil The Jakmania.

Selain dapat melihat kohesivitas dalam kelompok tersebut, peneliti juga dapat melihat faktor-faktor yang menyebabkan kohesivitas individu dalam kelompok kecil The Jakmania. Pertama, latar belakang kelompok yaitu teman nongkrong (jarak rumah yang berdekatan menyebabkan anggota mudah bertemu), jumlah anggota (dengan anggota yang berjumlah 10 orang menyebabkan setiap individu dapat mengenal lebih dalam dengan anggota kelompok), tujuan yang sama (setiap anggota dalam kelompok memiliki keinginan yang sama yaitu ingin tim yang didukungnya menang).

Kedua, aktivitas dan kegiatan kelompok seperti main bola bareng (setiap anggota kelompok memiliki kegiatan sehari-hari bersama kelompok seperti main bola bareng dan aktivitas tersebut dapat meningkatkan kekompakkan), nonton bola bareng (kelompok memiliki kegiatan lain seperti nonton Liga Champion bersama anggota kelompok dan aktifitas tersebut dapat meningkatkan kekompakan, karena setiap anggota dapat saling bertemu). Ketiga kebersamaan kelompok seperti proses menumbuhkan keterikatan (pada saat berkumpul, anggota kelompok bercanda gurau dan tertawa bersama sehingga aktifitas ini dapat meningkatkan keterikatan antara anggota kelompok), saling membantu dan menolong (setiap anggota The Jak saling membantu jika ada yang kesusahan dan setiap anggota The Jak harus saling menolong, perilaku tersebut dapat meningkatkan kekompakkan dan kebersamaan setiap anggota).

Kegiatan-kegiatan seperti inilah yang menyebabkan adanya keterkaitan antara dua hal yaitu kohesivitas dalam kelompok tersebut dan faktor-faktor yang menyebabkan kohesivitas individu dalam kelompok kecil The Jakmania yang saling berkesinambungan.

Pada jurnal 2:

Secara keseluruhan, implementasi PTK sudah mencapai target yaitu meningkatkan partisipasi mahasiswa selama proses pembelajaran. Partisipasi dilihat dari jumlah dan frekuensi mahasiswa memberikan komentar atau pertanyaan selama diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Selain itu, dosen juga menilai kualitas/bobot komentar yang disampaikan mahasiswa. Selama diskusi kelompok, 60-75% mahasiswa sudah turut berperan aktif. Hal ini ditunjukkan rata-rata jumlah mahasiswa yang aktif dalam setiap diskusi kelompok adalah antara 7 sampai 8 mahasiswa per kelompok. Apabila dibandingkan dengan jumlah pada diskusi pertama sampai terakhir, jumlah ini cenderung meningkat, meskipun angka ini tidak mencapai angka 100%.

Proses diskusi kelas secara umum sudah dapat memotivasi mahasiswa untuk aktif. Rata-rata jumlah mahasiswa yang aktif selama enam kali diskusi kelas sebesar 15.3%. Hasil ujian utama menunjukkan data bahwa mahasiswa yang aktif selama diskusi cenderung untuk memperoleh nilai A atau B. Indikator nilai ujian utama ini juga menunjukkan keberhasilan PTK ini, yaitu sebesar 85.9 % memperoleh nilai A atau B.

Pada jurnal 3:

· Gunakan dan variabel Efektifitas 'permainan Strategi Coping

Hasil penelitian menunjukkan pengaruh utama yang signifikan terhadap frekuensi menggunakan strategi coping untuk masing-masing dari tujuh stres pregame. menunjukkan berbagai tingkat keandalan item untuk mengatasi respon. Tes F univariat (semua DFS = 1.279) menunjukkan perbedaan budaya pada penggunaan beberapa strategi coping.

· Penggunaan dan Efektivitas Dianggap Strategi Terkait Mengatasi

Strategi penanganan yang serupa berikut sembilan stres yang dialami selama pertandingan dihitung sama dengan stres permainan. Hasil MANOVA menunjukkan perbedaan budaya dalam penggunaan strategi untuk mengatasi semua sumber stres gamerelated.
Untuk efektivitas coping, hasil MANOVA terhadap efektivitas strategi terkait dirasakan menghadapi mengungkapkan pengaruh utama yang signifikan untuk masing-masing dari sembilan sumber stres. Perbedaan signifikan budaya pada efektifitas mengatasi ditemukan. Alpha Cronbach berkisar 0,77-0,92, menunjukkan sedang hingga konsistensi tinggi untuk mengatasi item dalam stres.

Pada jurnal 4:

Studi kasus CSIRO, masalah yang diangkat mirip dengan yang ada di program multidisiplin Eropa dan isu-isu sekitarnya multidisiplin medis penelitian di Amerika Serikat. Isu yang diangkat dalam batas-batas dari CSIRO adalah kompatibel dengan tren diidentifikasi oleh Nowotny dan rekan dalam menggambarkan Mode 2 pengetahuan (Nowotny, Scott, & Gibbons, 2001). CSIRO mengembangkan penelitian terintegrasi atau "satu CSIRO" pendekatan untuk memecahkan masalah belajar untuk mencapai tujuan.


DAFTAR PUSTAKA


Achapelle, L., McCool, S. F., & Patterson, M. E. (2003). Barriers to effective natural resources planning in a “messy” world. Society & Natural Resources, 16, 473-490.

Ahmadi, A. (2002). Psikologi sosial. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Aldwin, C.. & Revenson, T.A. (1987). Does coping help? A reexamination of the relation between coping and menial health. Journal of Personality and Social Psychology, 53, 337‑348.

Black, J. A., & Champion, D. J. (2001). Metode dan masalah penelitian sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.

Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Situational coping and coping dispositions on a stressful transaction. Journal of Personality and Social Psychology, 66, 184‑195.dalam Analisis CSIS Tahun XXIV/2000 Nomor 2. CSIS, Jakarta.

CSIRO (2003). The Wagerup air quality study: A research proposal. Melbourne: Author.

CSIRO (2004). Annual Report: 2003-04. Retrieved August 31, 2005 from http://www.csiro.au/proprietaryDocuments/CSIROAnnualReport2003to2004.pdf

Freire, Paulo. 2002, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Pustaka pelajar, Yogyakarta (terjemahan dari: The Politic Education : Culture, Power and Liberation oleh Prihantoro dan Furdiyartanto).

Ibrahim dan Nana Syaodih. 1996, Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta dan Depdikbud, Jakarta.

Lazarus, R.S. (1999). Stress and emotion: A new synthesis. New York: Springer,

Sarwono, S. W. (2005). Psikologi sosial: Psikologi kelompok dan psikologi terapan. Jakarta: Balai Pustaka.

Suryabrata, C. (2007). Ciri-ciri kelompok yang Metodelogi penelitian sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Tilaar, H.A.R. 2000. ”Pendidikan Abad XXI: Menunjang Knowledge Based Economy”

Walgito, B. (2007). Psikologi kelompok. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Wandersman, A. (2003). Community science: Bridging the gap between science and practice with community centred models. American Journal of Community Psychology, 31, 227-242.

Wikipedia. (2007). Jakmania. http://id.wikipedia.org/wiki/the_jakmania.htm. 21 Maret 2007

bencana merapi (kirim ulang)

Penanganan dan Relokasi Bencana

(Peran Psikologi Kelompok dalam Bencana)



Sungguh nyata jika manusia berencana, Tuhan juga yang menentukan. Kita hanya bisa merendahkan hati dan berusaha keras untuk saling berempati.

1. Awal Mula Bencana

Letusan eksplosif Gunung Merapi memeras air mata penduduk DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Peristiwa itu sangat mencekam, mengacaukan dan membawa korban tewas, puluhan sapi mati serta belasan rumah terbakar akibat awan panas atau runtuh akibat banjir lumpur.

Sejak letusan pertama 26 Oktober 2010, Merapi telah menyemburkan material vulkanik sekitar 100 juta meter kubik (m3). Sekitar 100 juta m3 material vulkanik itu menyebar ke sector selatan, barat daya, tenggara, barat dan utara yang diantaranya meliputi kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, serta Kabupaten Klaten, Boyolali dan Magelang di Jawa Tengah.

Berdasarkan observasi lapangan sementara petugas Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknolohi Kegunungapian (BPPTK), jarak luncur awan panas terjauh akibat letusan Merapi sepanjang 4/11-5/11 tercatat sejauh 14 kilometer di Dusun Bronggang, Cangkringan, Sleman, DIY. Akibat letusan itu tiga alat pencatat gempa BPPTK di stasiun Klatakan, Pusonglondon, dan Deles, rusak terkena awan panas.

Gelombang awan panas tak putus-putusnya keluar dari puncak beserta material letusan lava dan abu yang diiringi gemuruh. Puncaknya terjadi pada Jumat pukul 00.30. suara gelegar besar terdengar hingga radius 30 km dan hujan pasir hingga radius 15 km. hujan abu vulkanik juga terjadi hingga kota Yogyakarta yang berjarak lebih dari 30 km di selatan Merapi. Bahkan hingga kabupaten Tegal dan Brebes, Jawa Tengah.

2. Penanganan bencana

Pasca bencana yang terjadi dapat membuat sebagian masyarakat mengalami stres, karena besarnya masalah gangguan jiwa dampak dari bencana yang mereka rasakan serta terlalu lama berada di daerah pengungsian dan yang ditakutkan mereka akan mengalami depresi berat, psikosis, atau bahkan kecemasan yang membuat para korban bencana tidak berdaya dalam menjalani hidup kembali seperti sebelumnya. “Terapi kelompok merupakan faktor atau aspek yang berpengaruh dan berperan terhadap proses perubahan yang dialami individu (Yalom, 1975)”. Terapi kelompok diharapkan dapat sedikit membantu seseorang yang mengikuti terapi, karena bertujuan untuk :

•Membangkitkan dan mendorong seseorang untuk tetap mau berusaha dan mampu bertahan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
•Memberikan sebuah informasi bahwa bukan hanya dia saja yang mengalami masalah tetapi semua yang ada dalam 1 kawasan bencana mengalami permasalahan yang sama dalam arti mereka tidak sendiri.
•Satu sama lain belajar memberikan informasi tentang permasalahnya.
•Adanya proses saling menerima, membantu, memberi dukungan, meyakinkan, memberi saran, sharing tentang masalah yang sama untuk memberikan umpan balik hal tersebut sangat membantu karena setiap orang sebenarnya butuh untuk merasa dibutuhkan.
Dengan dilakukannya terapi kelompok diharapkan dapat memulihkan kondisi kejiwaan para korban bencana.

Dampak yang paling memprihatinkan juga terjadi pada tunas generasi bangsa atau anak-anak yang mengalami bencana, “Semua anak-anak berhak atas lingkungan yang dapat mengembangkan potensi-potensi mereka sampai ketingkat yang terbaik dan membuat mereka menjadi orang-orang yang bahagia. Disamping kasih sayang, anak-anak membutuhkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan, bakat, dan kepribadian masing-masing. Oleh sebab itu harus diusahakan lingkungan memberikan berbagai kemungkinan yang tidak dapat atau tidak diberikan oleh orang tua (Scarr, 1996)”, tetapi bagaimana dengan anak-anak yang lingkungannya terkena bencana, mereka pasti mengalami trauma yang sangat mendalam dan diharapkan para relawan dapat menghibur anak-anak dengan mengajak mereka belajar sambil bermain, bercanda, dan tertawa bersama sekedar melihat mereka tersenyum melupakan permasalahan yang mereka rasakan agar dapat berkembang sebagai anak-anak yang bahagia serta dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya di masa mendatang.

Kerentanan terbesar terhadap trauma justru disandang oleh anak-anak dan remaja (Stortelder & Ploegmakers-Burg, 2010). Orang-orang dewasa bisa juga terkena dampak tapi pada umumnya anak-anak dan remaja dapat terkena dampak yang lebih buruk.

Otak dan jiwa anak-anak dalam lima tahun pertama kehidupan mereka sangat rentan untuk mengalami perubahan positif maupun negatif. Perubahan itu berulang ketika anak memasuki usia 12 tahun. Trauma yang tidak ditindaklanjuti dengan terapi yang sungguh-sungguh dapat mengakibatkan psikopatologi (kondisi otak dan jiwa bermasalah yang menyatakan dirinya dalam berbagai gangguan pikiran, gangguan perasaan dan gangguan perilaku personal maupun sosial).

Traumatik paling mendalam yang dialami oleh anak-anak dan remaja dalam bencana adalah kehilangan pengasuh utama (ibu, ayah, bibi, paman, guru dan orang-orang dekat lainnya). Melalui hubungan-hubungan yang bersifat empatetik dan penyubstitusian yang diresapi pengertian, penerimaan hangat dan kejujuran serta ditandai teladan-teladan yang baik, otak jiwa anak dan remaja bertumbuh kembang sehat meniti suatu perjalanan perubahan dahsyat baik pada struktur otak maupun pada fungsi-fungsi kejiwaan dan sosial.

Peristiwa trauma lain yang juga sangat mendasar adalah kehilangan rumah, kampung halaman, keluarga dan sekolah adalah tempat hidup utama bagi anak-anak dan remaja. Ditempat hidup itu mereka meniti perkembangan neuropsikososial menuju perwujudan kemampuan-kemampuan untuk hidup sehat dan baik secara biopsikososial. Ketika bencana menghilangkan rumah, kampong halaman, keluarga dan sekolah dari kehidupan mereka, mereka pun kehilangan kesempatan untuk mengalami perkembangan neuropsikososial yang sehat dan baik.

Kehilangan-kehilangan itu sekarang harus dipulihkan seoptimal mungkin. Simpati diwujud nyatakan sebagai program-program dan aksi-aksi nyata menghadirkan pengganti dari fungsi pengasuh utama yang hilang, juga rumah, kampung halaman, keluarga dan sekolah yang hilang dari anak-anak dan remaja dalam bencana.

3. Relokasi Bencana

“Para korban diharapkan dapat membentuk suatu kumpulan dan bersama-sama bergabung untuk mencapai satu tujuan (Deutsch, 1959; mills, 1967)” yaitu membangun daerahnya kembali disebut kelompok-relation, kelompok yang memiliki identitas kelompok yang kuat atau keluarga besar serta memiliki kekompakan kelompok yang tinggi (kelompok sangat terpadu/kohesif). Oleh sebab itu harus ada yang menjadi “panutan atau pemimpin agar dapat mengarahkan atau mempengaruhi sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama (Hemphill & Coons, 1957:7)”.

Istilah relokasi tak muncul semena-mena setelah adanya bencana. Relokasi telah lahir sebagai wacana publik, setidaknya dikalangan media. Pemerintah yang dijadikan sebagai pemimpin diharapkan dapat memberi kejelasan yang pasti dalam membantu para korban bencana dan pemerintah juga berlaku sebagai pihak yang memfasilitasi program relokasi kolektif ini. Relokasi merupakan salah satu alternatif untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat yang tanahnya musnah terkena bencana, baik sebagian maupun seluruhnya, untuk menata kembali dan melanjutkan kehidupannya di tempat yang baru dan berada pada zona aman bencana.

Hak masyarakat kelompok yang harus dipenuhi atau dipertimbangkan pemerintah yang akan di relokasi adalah, pembangunan hunian sementara (huntara) pada keamanan relokasi dengan melihat titik-titik di daerah garis merah atau yang berada di radius 10-20 kilometer dari sumber bencana dengan pertimbangan bentuk rumah dan bangunan lain yang relevan, status hak atas tanah terhadap tanah dan bangunan yang telah diserah terimakan kepada masyarakat, diberikan kepastian dan perlindungan hukum berupa hak milik. Kelengkapan fisik lokasi pemukiman kembali, letak dekat dengan daerah aliran sungai, ketersediaan air bersih, akses jalan, pemanfaatan, dan kondisi lahan untuk memajukan perekonomian.

Relokasi yang relative diterima biasanya didukung tiga kondisi :

•Pertama. Pengetahuan umum yang menyatakan bahwa daerah yang tertimpa bencana alam itu tidak bisa dijadikan permukiman lagi.
•Kedua. Jaminan kepastian hak milik tanah
•Ketiga. Jaminan mata pencaharian yang sepadan dengan mata pencaharian di daerah asal.
Diharapkan apapun upaya yang dilakukan pemerintah serta peran kelompok dapat membantu dan mendukungan terhadap pemulihan tingkat kehidupan masyarakat kembali normal serta mengantisipasi dan meminimalkan dampak bencana di kemudian hari dengan menjaga lingkungan.




kelompok "psikologi kelompok"
1. Alzena Amanta
2. Nikmah Khumairoh
3. Nurul Lailani
4. Putri Asih
5. Ratih Nurwahyuningtyas