Sabtu, 02 Januari 2010

kebahagian


kebahagian

Ada beragam cara manusia dalam mendapatkan kebahagiaan. Ada yang mencarinya dengan berusaha mendapatkan materi dan kekayaan sebanyak mungkin. Inilah yang disebut dengan physical happiness. Kebahagiaan fisik adalah ketika seseorang merasa bahagia ketika mendapat gaji besar, bonus tahunan, mobil mewah ataupun rumah megah; penampilan dan wajah yang cantik dan rupawan; atau pakaian dan perhiasan yang indah. Physical happiness membuat seseorang terjebak pada pola hidup konsumerisme. Ia menjadi sangat konsumtif karena mengejar kebahagiaan dengan memiliki materi.

Ada pula orang yang merasa bahagia ketika mendapatkan pujian, penghargaan, atau pengakuan atas prestasi yang diraih. Itulah yang dinamakan emotional happiness. Riuhnya tepukan, piagam dan medali penghargaan, serta pujian dari masyarakat luas akan membuatnya begitu bahagia.

Tetapi arti sesungguhnya kebahagiaan berada seiring dengan kebaikan. Dengan ketulusan. Dengan rasa syukur terhadap semua karunia dari Sang Pencipta.

Kebahagiaan hanya datang pada hati yang jernih menatap hidup. Hati yang bening menjalani semua ujian dan cobaan. Hati yang memang pantas untuk dihampiri oleh sebuah kebahagiaan.Kebahagiaan sejati sesungguhnya berada di dalam hati.

Menurut Marci Shimoff ada 4 kontinuum kebahagiaan :

  1. Tidak Bahagia : Hidup ini sebuah kegagalan. Tanda-tandanya al : perasaan gelisah, kelelahan, perasaan murung dan berbagai macam perasaan tidak bahagia. Hal ini tidak sama dengan depresi klinis yang memerlukan bantuan professional.
  2. Bahagia Karena Alasan Buruk : Ketika orang tidak merasa bahagia mereka sering berusaha agar merasa “mendingan” dengan memanjakan diri dengan melakukan sesuatu yang membuat ketagihan atau “berperilaku” bahagia yang mungkin terasa menyenangkan sesaat, menumpulkan perasaan atau melarikan diri dari perasaan tidak bahagia melalui pengalaman yang menimbulkan kesenangan sesaat, namun pada akhirnya menyengsarakan. Mereka mencari kebahagiaan yang antara lain berasal dari obat terlarang, alkohol, seks berlebihan, berjudi sesuka hati dan belanja tanpa kontrol. Kebahagian seperti ini sama sekali bukan kebahagiaan. Ini hanya cara sementara untuk menumpulkan perasaan atau melarikan diri dari perasaan tidak bahagia melalui pengalaman yang menimbulkan kesenangan sesaat.
  3. Bahagia karena Alasan Baik : Inilah yang dimaksudkan kebanyakan orang sebagai kebahagiaan : memiliki hubungan baik dengan keluarga dan sahabat, sukses dalam karir, aman dari segi keuangan, punya rumah atau mobil bagus, atau menggunakan bakat dan kelebihan kita dengan baik. Tapi jangan salah paham, kebahagian seperti ini baru separuh dari kebahagiaan sejati. Bahagia karena alasan baik bergantung kepada alasan eksternal dalam hidup kita, jika kondisi ini hilang atau berubah maka kebahagiaan kitapun biasanya ikut hilang atau berubah. Jauh dilubuk hati, kita mendambakan hidup ini bukan dimaksudkan untuk sekadar berlalu, menumpulkan rasa sakit hati atau dapat mengendalikan segalanya.
  4. Bahagia Tanpa Alasan : Inilah kebahagiaan sejati-keadaan neurofisiologis yang tidak tergantung pada keadaan eksternal. Bahagia Tanpa Alasan bukanlah kegirangan, euphoria, puncak-puncak suasana hati dan pengalaman istimewa yang tidak bertahan lama atau suatu perasaan. Tapi ketika kita merasakan Bahagia Tanpa Alasan, kita dapat memiliki perasaan apapun – termasuk kesedihan, ketakutan, kemarahan, atau sakit hati - naum, kita tetap mengalami keadaan yang mendasarinya, perasaan damai dan tenteram. Dalam hal ini, kita membawa kebahagiaan itu ke pengalaman luar, bukan berusaha menarik kebahagiaan dari sesuatu. Kita tidak usah memanipulasi dunia disekitar kita untuk membuat diri kita bahagia. Perasaan bahagia tanpa alasan ini adalah rasa bahagia kita rasakan tanpa alasan apapun dan bukan berarti hidup kita tampak selalu sempurna, hanya-bagaimanapun tampaknya, kita tetap bahagia. Kita hidup dari Kebahagiaan, bukan untuk kebahagiaan.

tekanan

Tekanan hidup

Berikut adalah beberapa tekanan yang mungkin sedang menghimpit kita dari kebebasan yang semestinya, yang disarikan dari pointers Mario Teguh Morning Talk – Under Pressure :

1. Tekanan Persepsi

Pelajaran dan tuntunan itu tampil dan ada se-nyata batu yang tergigit dalam kunyahan nasi, dan tidak untuk dipersepsikan selain sebagai yang telah terbuktikan.

Tetapi persepsi kita – cara pandang yang dihasilkan oleh pendapat dan pengertian kita, sering membuat kita menerapkan pendekatan pada hidup, yang membuat kita berpacu kencang terbentur-bentur di jalan-jalan lingkar yang rumit, hanya untuk dipaksa masuk kembali ke jalan yang paling mendekatkan.

Dalam kondisi seperti saat ini, banyak di antara kita yang memajukan persepsi masing-masing yang pada akhirnya menjadi sebuah ajang peperangan yang saling menjelekkan persepsi orang lain.

2. Tekanan Kebutuhan

Bila seseorang bisa sampai pada keadaan di mana dia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, pasti ada hal-hal yang harus diperbaiki pada persepsi-persepsi, keputusan-keputusan, dan cara-caranya.

Karena, kita sering membutuhkan yang tidak kita butuhkan, dan dengan keyakinan yang tidak mengerti, menafikan yang paling kita butuhkan.

Dalam suasana krisis global seperti ini, banyak orang yang merasa berada dalam tekanan kebutuhan yang terjadi sebagai akibat tidak tegasnya terhadap pilihan-pilihan keputusan yang baik.

3. Tekanan Keinginan

Ada anggapan bahwa semakin banyak keinginan kita, akan semakin tinggi tingkat tekanan hidup kita. Itu tidak sepenuhnya benar.

Karena tidak semua keinginan memberikan beban yang berat.

Hanya keinginan-keinginan yang tidak didasari oleh nilai-nilai yang baik, yang akan menghasilkan pemaksaan-pemaksaan diri yang berat.

Dalam perasaan dan kondisi yang menghimpit ini, kita sering meminta kepada Beliau Yang Maha Memiliki agar memenuhi seluruh keinginan kita dengan cara-cara yang tidak mendekatkan kita bagi terbagikannya izin dari-Nya untuk memenuhi.

4. Tekanan Kewajiban

Kewajiban minimal kita hanya sebanding dengan kebutuhan dasar kita.
Tetapi kita semua terdorong untuk mencapai tingkat-tingkat yang lebih tinggi dari tingkat di mana kita berada sekarang, yang menghasilkan pembengkakan dari kewajiban-kewajiban kita.

Sehingga kita membuat lebih banyak perjanjian. Kita terlibat dalam lebih banyak kesibukan dan keharusan.

Berbagai tekanan yang melanda kita,mengkomposisikan perasan dan pikiran yang penuh sesak dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan.

5. Tekanan Umur

Ini adalah tekanan yang paling sering tidak kita rasakan, sampai saat di mana batasan-batasan umur menjadi aktif dalam mempermalukan keinginan-keinginan kita.

Itu sebabnya kita membutuhkan pengingatan yang terus menerus mengenai keharusan untuk memaksimalkan upaya agar kita menjadi apa pun yang bisa kita capai, selama umur masih ramah membagi tenaga-nya kepada kita.

Tekanan-tekanan itu begitu menghimpit kehidupan kita, yang membuat di antara kita yang merasa tak bebas lagi melangkah dalam menjadikan diri ini sebagaimana seharusnya menjadi.

Langkah-langkah yang sebelumnya gagah, menjadi tertahan seakan-akan tidak ada lagi jalan dan cara lain untuk menuju pencapaian-pencapaian yang lebih baik di masa depan.

Jika kita ikhlas dalam menjalani dan menerima semua yang terjadi dalam kehidupan ini,maka sebetulnya banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik untuk kita lebih berani berjalan.

rasa bersalah


Mengapa rasa bersalah itu muncul...............?

Rasa bersalah timbul lantaran kesadaran kita terhadap apa yang tengah kita lakukan, terdapat unsur kesalahan yang tidak seharusnya begitu kejadiannya. Dimana ada pembanding yang lebih baik, dan kita berada di sisi yang satunya.

Rasa bersalah muncul, lantaran kuasa kita terhadap diri kita tidaklah seberapa. Ada kekuatan lain yang tidak terlihat, mengendalikan pergerakan kita. Atas kuasa diluar kita, itu terjadi. Dan ada babak dimana kita konsisten terhadap apa yang kita ucapkan, serta banyak babak dimana tidak ada konsistensi apa yang kita ucapkan dengan kelakuan kita sehari-hari.

Rasa bersalah muncul, karena pada saat yang sama kita ingin memohon ampun, menyelesaikan sisa kesalahan dengan akhir yang menang, yakni dimaafkan. Jika Anda sepakat kata maaf itu harus diperoleh, tentu tidak perlu menunggu hari raya saling memaafkan.

Itulah nurani yang becahaya dalam hati manusia. Ya nurani yang berasal dari kata ‘nurraniyyun’ yang artinya cahaya. ALLAH tancapkan nurani itu kepada setiap hati manusia. Maka dari itu ia selalu konsisten menyuarakan keharusan, kepada pikiran dan hati kita, walau suara-suara yang ia lontarkan terdengar berupa bisikan yang sering kita abaikan.

Bagaimanapun salah adalah salah. Kita tak bisa menutup mata dan berkata bahwa hitam adalah abu-abu, jadi tetap ada unsur putih di dalamnya, tak sepenuhnya hitam. Kita harus dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan tidak baik, mana yang kudus dan yang tidak kudus, kata Firman Tuhan. Tidak ada area abu-abu di dalam Dia, hanya ada putih atau hitam. Jangan pernah berkompromi dengan kejahatan!

Perasaan bersalah, dapat menjadi sebuah anugerah jika berada di hati yang tepat. Namun dapat berbalik menjadi dosa jika masuk ke dalam mulut yang tidak tepat. Karena ada orang-orang yang memilih untuk tak mendengarkan suara hati nurani mereka, melainkan balik menyalahkan orang lain atas setiap rasa bersalah yang menyergah mereka.

Sungguh sayang jika kita mengabaikan rasa bersalah ini. Toh perasaan ini ditaruh Tuhan sebagai alarm penjaga agar kita tidak melewati batas-batas yang Tuhan tetapkan. Karena seperti kita semua tahu, lewat dari batas, kita akan mendapati bahaya…